REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pengamat politik dari Universitas Andalas, Najmuddin Rasul, mengatakan narasi merasa dikhianati harusnya tidak perlu dilontarakan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Semestinya, menurut Najmuddin, kedua tokoh besar tersebut dapat menciptakan suasana tetap tenang supaya kader-kader dan pengikutnya tidak turut heboh di lapisan bawah.
“Saya melihat saat ini kematangan SBY dan Prabowo diuji. Harusnya mereka lebih bijak merespons dinamika politik Indonesia yang selalu dinamis,” kata Najmuddin, Ahad (3/9/2023).
Diketahui SBY langsung mengambil tongkat komando dari anaknya Ketua Umum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono setelah kepastian Partai Nasdem dan Anies Baswedan memutuskan memilih Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai cawapres. SBY menyebut Anies dan Surya Paloh telah berkhianat karena mengambil keputusan penting tanpa membahasnya lebih dulu dengan Partai Demokrat dan PKS sebagai rekan Koalisi Perubahan.
Kekesalan SBY ini disampaikan melalui media televisi. Selanjutnya, Prabowo saat pidato di deklarasi dukungan Partai Gelora juga menyebut Cak Imin dan PKB berkhianat. Karena sejak awal PKB adalah bagian dari koalisi partai pendukung Prabowo.
Najmuddin menyebut baik SBY maupun Prabowo bukanlah orang baru dalam dunia politik. Keduanya sudah eksis di kancah perpolitikan Indonesia sejak orde baru.
Seharusnya, kata di,a SBY dan Prabowo menunjukkan sikap yang sudah matang terhadap semua dinamika politik. Karena dalam dunia politik manapun, tidak ada kawan setia dan tidak ada musun yang abadi. Yang ada hanyalah kepentingan yang abadi.
SBY dan Prabowo pun dilihat Najmuddin juga pernah melakukan pengkhianatan politik yang masih diingat oleh publik. SBY dulu mengkhianati Megawati Soekarno Putri saat hendak maju di Pilpres 2004.
Padahal, ketika itu SBY yang merupakan menteri di dalam kabinet pemerintahan Megawati pernah berucap tidak akan maju. Tetapi kemudian SBY melakukan manuver dengan mundur dari Kabinet Gotong Royong dan menjadi rival yang mengandaskan Megawati di Pemilu 2004.
Kemudian Prabowo lanjut Najmuddin juga berkhianat kepada pengikut setia dan pemilihnya pasca-Pilpres 2019. Yakni dengan bergabung ke dalam pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
“Padahal pengikut dan pemilihnya mengharapkan Prabowo tetap menjadi oposisi,” ujar Najmuddin.