REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama (Kemenag), Nur Arifin, mengingatkan masyarakat bahwa umroh mandiri tidak memiliki jaminan kematian, kesehatan, dan hukum. Sehubungan dengan itu, Kemenag tetap merekomendasikan masyarakat umroh melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang berizin.
Arifin menyampaikan, saat ini penyelenggaraan umroh masih mengacu kepada Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019, pada Pasal 122 dinyatakan bahwa seseorang atau kelompok orang yang menyelenggarakan umroh, tapi tidak berizin maka diancam denda maksimal Rp 6 miliar atau penjara 6 tahun. Artinya, umroh harus melalui PPIU atau travel umroh yang berizin.
"Umroh bukan sekadar memaksa ke sana (Makkah dan Madinah), aturan (UU) ini juga dalam rangka perlindungan terhadap warga negara," kata Arifin saat diwawancarai Republika, Kamis (7/9/2023) malam.
Arifin mengatakan, di dalam negeri saja kalau ada orang piknik antarpulau jika tidak ada yang menjamin bisa bahaya, apalagi di luar negeri yang berbeda bahasanya. Saat umroh mandiri, tentu tidak ada jaminan, maka ketika meninggal atau sakit siapa yang akan mengurus. Jika jamaah umroh mandiri berurusan dengan hukum, siapa yang akan mengurusnya.