Jumat 08 Sep 2023 14:03 WIB

Polusi Bulan Agustus, Nafas: Tangerang Selatan Terburuk

Tangerang Selatan juga masuk dalam lokasi-lokasi yang udaranya sangat tidak sehat.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Polusi udara yang buruk di Jakarta saat ini.
Foto: republika
Polusi udara yang buruk di Jakarta saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aplikasi pemantau kualitas udara, Nafas Indonesia merilis laporan kualitas udara untuk Agustus 2023. Tangerang Selatan menjadi kota paling berpolusi pada Agustus dengan status kualitas udara berwarna merah.

"Tangerang Selatan menjadi kota berpolusi berdasarkan tingkat polusi PM2.5 tertinggi di bulan Agustus 2023 dengan polutan PM2.5 di angka 63," kata Co-founder Nafas Indonesia Piotr Jakubowski dalam rilis laporan yang diterima Republika pada Jumat (8/9/2023).

Baca Juga

Dalam data yang dirilis, kota berpolusi kedua dengan indeks kualitas udara berwarna merah dialami Bogor dengan polutan PM2.5 di angka 60. Disusul Tangerang di angka 56.

Depok, Bandung Raya, Bekasi, DKI Jakarta, Jogjakarta, Malang Raya, Semarang dan Surabaya Raya masuk dalam kota-kota dengan polusi sedang dengan berstatus berwarna orange atau tidak sehat bagi kelompok sensitif dengan polutan PM2.5 di angka 37-54 pada Agustus 2023. Sementara kualitas udara moderat atau status berwarna kuning dialami Kepulauan Seribu, Bali, dan Belitung.

Adapun lokasi paling berpolusi masih dipegang oleh Serpong, Tangerang Selatan dan Tarumajaya, Bekasi. Bedahan di Depok, Parung Panjang di Bogor, Babakan, Tangerang Selatan juga masuk dalam lokasi-lokasi yang udaranya sangat tidak sehat untuk dihirup pada bulan Agustus.

Piotr menjelaskan pengukuran kualitas udara di sejumlah daerah di Indonesia dihitung berdasarkan partikel PM2.5 berukuran 2,5 mikrometer. Ini juga didasarkan oleh guideline US EPA dengan pengukuran dalam satuan miligram persegi.

PM2.5 adalah partikel padat polusi udara berukuran kurang dari 2,5 mikrometer atau 36 kali lebih kecil dari diameter sebutir pasir. Ukuran PM2.5 yang sangat kecil membuat partikel polusi ini tidak dapat disaring oleh tubuh.

"Polusi PM2,5 pun dapat menimbulkan beragam masalah kesehatan seperti kelahiran prematur, asma, batuk dan sesak nafas, jantung koroner, diabetes hingga kanker paru-paru," katanya.

Indeks kualitas udara pun dibuat oleh US EPA secara mudah dan sederhana untuk memahami kualitas udara yang kita hirup melalui kode warna. Warna hijau menandakan kualitas udara baik dengan polutan PM2.5 di angka 0-12, warna kuning menunjukkan kualitas udara moderat dengan polutan PM2.5 di angka 12.1-35.4.

Sementara Orange diklasifikasikan kualitas udara yang tidak sehat untuk kelompok sensitif dengan polutan PM2.5 di angka 35,5-55,4. Sedangkan warna merah menunjukkan tidak sehat untuk siapapun dengan polutan PM2.5 di angka 55,5-150,4.

 

 

Masuk kepada klasifikasi sangat tidak sehat ditunjukkan oleh warna ungu dengan polutan PM2.5 di angka 150,5-250,4 dan kode warna merah marun menunjukkan kualitas udara beracun dan berbahaya dengan angka lebih dari 250,4.

 

Dia mengatakan, data Nafas berasal dari low cost sensor yang tersebar di lebih dari 180 titik lokasi dan mempresentasikan cakupan wilayah  1-2 kilometer dari lokasi sensor terpasang. Data kualitas udara yang diterima secara real time dan bisa diakses di aplikasi nafas.

 

Menurut Piotr, sebagian besar polusi udara berasal dari aktivitas manusia seperti bagaimana masyarakat bergerak, bagaiamana masyarakat memproduksi, bagaimana masyarakat menghasilkan energi, pengelolaan sampah hingga memang ada yang langsung berasal dari alam. Polusi udara juga mudah berubah dengan cepat dan dapat meningkat ketika ada sumber polusi di wilayah tertentu serta kondisi atmosfer yang mendukung.

 

"Contohnya pembakaran sampah, atau polusi dari asap cerobong pabrik, dia terbawa angin ke kota dan masuk ke dalam gedung hingga ke perumahan. Angin bisa membawa polutas jauh dari sumber asalnya, dari satu wilayah ke wilayah lainnya," kata Piotr.

 

n ferginadirab

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement