REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Sosial Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati mengatakan bahwa pemerintah perlu membatasi penggunaan kendaraan pribadi yang menjadi sumber polusi udara di wilayah Jakarta belakangan ini. Pasalnya, kendaraan bermotor merupakan salah satu penyebab polusi udara.
“Tingginya kepemilikan kendaraan bermotor ini harus dibatasi dengan sejumlah aturan pemerintah sehingga tidak menyebabkan meningginya emisi yang pasti mengakibatkan kualitas udara menjadi tidak sehat,” katanya di Jakarta, Senin (11/9/2023).
Jika dilihat pada website IQAir, lanjutnya, mulai Jumat 8 September 2023, indeks kualitas udara di Jakarta kembali tinggi. Bahkan di beberapa wilayah Jakarta menyentuh angka 153 dengan indikasi tidak sehat.
Angka tinggi indeks polusi udara tersebut diprediksi terjadi hingga beberapa hari mendatang karena mobilitas kendaraan pribadi kembali memenuhi jalanan Ibu Kota setelah berakhirnya kebijakan WFH (Work From Home).
Menurut dia, masih banyak warga Indonesia yang mengutamakan simbol status sosial tinggi. Mereka kerap membuktikannya dengan kepemilikan seperti kendaraan pribadi dan tidak sadar kalau hal itu menjadi sumber polutan.
Di negara maju, lanjutnya, tingginya kepemilikan kendaraan pribadi itu dibatasi dengan aturan pemerintah antara lain dengan menerapkan pajak yang tinggi.
"Lalu dibarengi dengan penyediaan transportasi umum yang bagus dan memadai. Dengan demikian, polusi udara di Jakarta bisa teratasi," ujarnya.
Menurut dia jika mayoritas warga menggunakan kendaraan umum maka kualitas udara di Jakarta bisa segera membaik dan hal itu bagus untuk kesehatan masyarakat.
Dalam melihat situasi saat ini, tambahnya, secara jangka panjang pemerintah harus bisa membuat aturan penggunaan atau kepemilikan kendaraan pribadi.
“Pemerintah harus bisa membuat kebijakan yang terarah, saya pikir sudah banyak pakar yang membahas keterkaitan antara penggunaan kendaraan pribadi dan polusi udara," ujar Devie.