REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya dikelilingi para sahabat yang sangat setia dan datang dari berbagai kalangan, termasuk mereka yang kaya raya. Salah satu sahabat ini adalah Abdurrahman bin Auf, yang pandai berdagang.
Sosoknya terkenal dengan keutamaan dan perjuangannya dalam menyebarkan agama Islam. Di antara sejumlah kisah hidupnya ada satu yang paling inspiratif, yaitu perihal keinginannya menjadi miskin, tetapi selalu gagal.
Abdurrahman bin Auf merupakan sahabat yang sengat dermawan. Hasil dagangan dan kekayaan yang ia miliki ia gunakan untuk memberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan, baik itu kaum miskin, yatim piatu, maupun pengungsi perang.
Namun, tampaknya meski dikelilingi dengan kekayaan dan harta ternyata tak membuat ia senang. Ia justru kerap merasa khawatir dan berusaha untuk menjadi miskin.
Dikutip dalam Kitab Rijal Haula Al Rasul karya Kholid Muhammad Kholid, hal ini bermula dari tindakannya yang pernah memborong dagangan dari Kota Syam dan dibawa ke Madinah. Ia membeli barang ini dalam jumlah yang amat banyak.
Siti Aisyah bahkan menceritakan ia sering kali membawa pulang 700 kontainer, dagangan seperti barisan pawai yang tidak ada putusnya. Ia pun sering disindir Rasulullah SAW, akan masuk surga dengan berjalan merangkak. Nabi juga berkata ia akan masuk surga paling akhir, karena terlalu kaya dan dihisab paling lama di hari akhir nanti.
Mendengar hal tersebut, Abdurrahman bin Auf menyatakan keberatannya. Ia disebut sering menangis saat teringat pernyataan dari Rasulullah itu.
Sosoknya sering memanjatkan doa, "Jadikan aku miskin! Aku ingin seperti Masab bin Umair atau Hamzah yang hanya meninggalkan sehelai kain pada saat meninggal dunia. Masab bin Umair ketika jasadnya dibungkus kafan, kakinya tertutup, tapi kepalanya terbuka. Ketika ditarik ke atas, kepalanya tertutup, tapi kakinya terbuka. Aku khawatir balasan kebaikan-kebaikanku diberikan di dunia ini.”
Berbagai cara ia lakukan untuk menghabiskan uang yang ia miliki dan menjadi miskin, serta masuk surga lebih awal. Konon, suatu ketika setelah perang Tabuk kurma yang ditinggalkan sahabat di Madinah menjadi busuk. Hal tersebut menyebabkan nilai jual kurma menurun.
Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Abdurrahman bin Auf dan membelinya dengan harga yang normal. Tentu saja tindakannya ini membuat semua sahabat bersyukur, karena yang awalnya berpikiran tidak laku malah laku dan habis dibeli dirinya.
Namun, usahanya untuk menjadi miskin ini gagal. Suatu ketika datang utusan dari Yaman yang sedang mencari kurma busuk. Ia bercerita jika di negerinya sedang terserang wabah penyakit menular. Katanya, yang bisa menjadi obat penyakit menular itu adalah kurma busuk.
Abdurrahman bin Auf pun mau tak mau menjual kurma busuk itu. Oleh utusan Raja Yaman, kurma busuk itu dibeli dengan harga 10 kali lipat dari harga kurma biasa.
Di luar usahanya itu, Absurrahman bin Auf adalah sosok yang dikenal sangat baik. Naufal bin al-Hudzali berkata, “Abdurrahman bin Auf teman bergaul kami. Beliau adalah sebaik-baik teman. Suatu hari dia pulang ke rumahnya dan mandi. Setelah itu dia keluar, ia datang kepada kami dengan membawa wadah makanan berisi roti dan daging, kemudian dia menangis. Kami bertanya, “Wahai Abu Muhammad (panggilan Abdurrahman bin Auf), apa yang menyebabkan kamu menangis?”
Ia menjawab, “Dahulu Rasulullah SAW meninggal dunia dalam keadaan beliau dan keluarganya belum kenyang dengan roti syair. Aku tidak melihat kebaikan kita diakhirkan.”
Pada zaman Nabi SAW, Abdurrahman bin Auf pernah menyedekahkan separuh hartanya. Setelah itu, ia bersedekah lagi sebanyak 40.000 dinar. Kebanyakan harta bendanya ia peroleh dari hasil perdagangan.
Abdurrahman bin Auf meninggal pada usia 72 tahun dan dikubur di pemakaman baqi. Saat itu Utsman bin Affan ikut menshalatkannya.
Ada begitu banyak hikmah yang bisa dipetik dari kisah sahabat Abdurrahman bin Auf. Ia selalu berusaha dan memiliki keinginan jatuh miskin, karena takut kepada Rabbnya.
Pada zaman sekarang, banyak terlihat orang-orang berlaku kebalikannya, yaitu berusaha sekuat tenaga bahkan berlomba-lomba untuk menjadi seorang yang berlimpah harta. Semoga, Allah SWT membimbing untuk bisa meneladani Abdurrahman bin Auf, seorang saudagar yang dermawan.