REPUBLIKA.CO.ID, VLADIVOSTOK -- Warga pelabuhan Vladivostok, Rusia, mengatakan mereka menantikan kedatangan Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un di pelabuhan Pasifik itu. Amerika Serikat (AS) mengatakan kunjungan ini dapat mengarah pengiriman senjata dari Korut ke Rusia.
Kunjungan Kim Jong-un belum terkonfirmasi. Kunjungan ini pertama kali dilaporkan New York Times yang mengutip pejabat intelijen AS dan Korea Selatan (Korsel) yang mengatakan kunjungan itu mungkin dilakukan. Tapi hingga saat ini pejabat pemerintah Rusia dan Korut masih bungkam dengan kemungkinan itu.
Kremlin mengatakan "tidak memiliki apa-apa untuk dikatakan" mengenai hal itu. Meski begitu, Presiden Vladimir Putin membahas hal ini di forum ekonomi di Vladivostok, sekitar 6.500 kilometer sebelah timur Moskow.
Salah satu sumber yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan kunjungan Kim akan dilakukan beberapa hari ke depan. Kantor berita Rusia, Interfax mengutip sejumlah sumber yang tidak disebutkan namanya, yang mengatakan Kim akan segera berkunjung ke timur Rusia.
Pada Senin (11/9/2023), stasiun televisi Korea Selatan (Korsel) YTN melaporkan Kim tampaknya akan datang ke Rusia menggunakan kereta. Jika terkonfirmasi maka ini akan menjadi kunjungan Kim Jong-un pertama keluar negeri sejak pandemi Covid-19.
Di Vladivostok, terlihat jumlah polisi berjaga lebih banyak dari biasanya. Tapi tidak ada bendera Korut yang dipasang, tradisi yang biasanya dilakukan saat kunjungan kepala negara asing. Di alun-alun pusat Vladivostok, di samping monumen tentara Tentara Merah, warga setempat mengatakan mereka sedang menunggu kunjungan Kim.
"Kedua negara menunjukkan sikap mereka kepada seluruh dunia dan dapat membela diri mereka sendiri. Jadi, ada kesamaan," kata warga Vladivostok, Fyodor, yang menolak menyebutkan nama belakangnya.
Warga lain merujuk forum ekonomi yang dihadiri Putin. “Sebuah forum sedang berlangsung, jadi semuanya bertambah, dia akan datang, keamanan akan kembali menguat setelah kedatangannya,” kata Nikolai yang juga menolak menyebutkan nama belakangnya.
Selama Perang Dingin, Moskow mendukung Korut meksi hubungan kedua negara tersebut menjadi rumit ketika pemerintah Cina memutuskan menjauh dari Kremlin karena untuk hidup berdampingan secara damai dengan Barat. Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, Rusia dianggap negara paling berpengaruh di Pyongyang.
AS mengungkapkan keprihatinan atas apa yang mereka sebut sebagai kemajuan negosiasi senjata antara kedua negara. Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan mendesak Kim "untuk tidak memasok senjata ke Rusia yang pada akhirnya akan membunuh warga Ukraina".
Para pengamat mengatakan Korut memiliki persediaan peluru artileri, roket, dan amunisi senjata ringan dalam jumlah besar yang dapat membantu Rusia mengisi kembali persediaannya yang habis dalam perang selama lebih dari 18 bulan di Ukraina.
Sebagai imbalannya, Rusia dapat menawarkan gandum, minyak, dan teknologi militer seiring upaya Kim Jong-Un mengembangkan kemampuan kapal selam bertenaga nuklir dan satelit pengintaian militer.
“Mungkin mereka akan berteman dengan kami, tapi tidak mungkin dengan AS,” kata turis dari Khabarovsk, Yelena.
AS menuduh Korut menyediakan senjata ke Rusia, tetapi sampai saat ini belum diketahui pasti apakah Pyongyang mengirimkan senjata ke Moskow. Baik Rusia dan Korut membantah klaim tersebut, namun berjanji untuk memperdalam kerja sama pertahanan.
Tanda paling mencolok dari hal ini terjadi pada bulan Juli, ketika Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu berkunjung ke Pyongyang dan mengunjungi pameran senjata yang mencakup rudal balistik terlarang milik Korea Utara. Ia kemudian berdiri di samping Kim dan memberi hormat pada rudal-rudal yang meluncur saat parade militer.
“Ia (Kim Jong-un) adalah orang yang sangat tertutup, jadi saya bahkan tidak tahu apakah dia akan datang atau tidak, tetapi saya pikir dia harus datang kami sedang memiliki beberapa perubahan, jadi pasti menarik baginya apa yang terjadi di Rusia,” kata kata Svetlana, warga Vladivostok.