REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti pernyataan Suku Dinas (Sudin) Pendidikan Jakarta Selatan yang akan mencabut Kartu Jakarta Pintar (KJP) milik para siswa yang terlibat dalam kasus tawuran sebagai bentuk hukuman yang dapat menimbulkan efek jera. Pernyataan itu sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 110 Tahun 2021 dalam bab VII pasal 23, 24 dan 26.
Komisioner KPAI Klaster Pendidikan Aris Adi Leksono menilai pencabutan itu justru akan menambah masalah baru bagi anak, alih-alih memberikan efek jera.
"KPAI berpandangan bahwa pencabutan KJP bagi anak yang berperilaku menyimpang akan memicu timbulnya masalah baru," ujar Aris dalam siaran persnya, Rabu (13/9/2023).
Aris menyatakan, jika KJP anak berperilaku menyimpang dicabut, maka akan berpotensi masalah lain yang lebih fatal. Aris mencontohkan anak akan putus sekolah karena tidak ada dukungan pembiayaan.
"Anak tersebut akan tetap pada kondisi perilaku menyimpang, karena tidak mendapatkan pembinaan yang komprehensif yang berlandaskan kesadaran untuk berubah lebih baik. Sementara pendampingan dan memfasilitasi anak untuk tumbuh kembang dan hidup dalam kondisi baik juga tanggung jawab pemerintah," ujarnya.
Selain itu, pencabutan ini juga bertentangan dengan isi Konvensi Hak Anak tentang keharusan Pemerintah membantu keluarga, melindungi hak-hak anaknya dan menyediakan panduan sesuai tahapan usia agar tiap anak dapat belajar menggunakan haknya dan mewujudkan potensinya secara penuh.
Dalam pasal 26 disebutkan jika tiap anak berhak mendapatkan bantuan sosial yang bisa membantunya bertumbuh-kembang dan hidup dalam kondisi baik. Pemerintah juga perlu memberikan uang tambahan kepada anak dan keluarga miskin dan yang membutuhkan
Aris menambahkan, jika mengacu pada Konvensi Hak Anak tersebut setiap anak dari keluarga kurang mampu harus diberikan bantuan sosial, baik oleh pemerintah pusat dan atau daerah. Dalam konteks ini, kata Aris, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memberikan KJP Plus kepada peserta didik berasal dari keluarga kurang mampu. Hal itu merupakan bentuk kewajiban pemerintah daerah untuk memenuhi hak anak.
"Tetapi menjadi tidak tepat jika KJP tersebut dicabut, karena anak terlibat dalam tawuran. Karena KJP Plus adalah hak anak kurang mampu, dan menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhi, sedangkan keterlibatan anak dalam tawuran adalah problem penyimpangan perilaku anak yang justru perlu mendapatkan pembinaan," ujarnya.
Karenanya, dalam konteks tersebut, anak perlu mendapat pembinaan atas perilaku menyimpang tersebut, bukan mencabut KJP sebagai pemberian efek jera dan perubahan perilaku yang lebih baik. Menurutnya, pemerintah juga semestinya dapat memfasilitasi agar tumbuh kembang anak dalam maksimal.
"KPAI berharap ada telaah ulang terhadap Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 110 Tahun 2021, khususnya dalam bab VII pasal 23, 24 dan 26 agar memiliki perspektif perlindungan anak yang lebih komprehensif," ujarnya.