Rabu 20 Sep 2023 08:51 WIB

Konflik Rusia-Ukraina Beri Pelajaran Pentingnya Kemandirian Energi

Berbagai sumber energi terbarukan saat ini kondisinya masih belum menentu dan pasti.

Red: Friska Yolandha
Menara berkelok-kelok dari tambang batu bara yang tertutup berkarat di depan pembangkit listrik tenaga batu bara Gelsenkirchen, Jerman, Selasa, 8 Maret 2022.
Foto: AP/Martin Meissner
Menara berkelok-kelok dari tambang batu bara yang tertutup berkarat di depan pembangkit listrik tenaga batu bara Gelsenkirchen, Jerman, Selasa, 8 Maret 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Siapa sangka pertikaian berdarah-darah antara dua negara tetangga di kawasan Eropa timur beberapa tahun terakhir ini ternyata membuat kalangan pengambil kebijakan di berbagai negara menjadi pusing akan kinerja sektor energi mereka. Contohnya, Uni Eropa kini sedang pusing karena konflik Rusia-Ukraina ternyata membuat negara-negara di kawasan tersebut merasa perlu untuk mendiversifikasi sumber energi mereka.

Sebelum konflik tersebut merebak sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, berbagai negara di Eropa sangat tergantung dengan pasokan gas yang berasal dari Rusia. Pada 2021 atau setahun sebelum dimulainya invasi, data Komisi Uni Eropa menunjukkan negara-negara di kawasan tersebut mengambil lebih dari 40 persen total konsumsi gas, 27 persen impor minyak, dan 46 persen impor batu bara dari Rusia.

Baca Juga

Namun, berbagai bentuk sanksi yang ditujukan untuk melemahkan perekonomian Rusia juga ternyata membuat berbagai negara di Benua Biru tersebut kini berupaya mencari sumber pasokan baru untuk memenuhi kebutuhan pasokan energi mereka.

Ketergantungan yang sangat besar dari pasokan sumber energi dari Rusia, sebuah negara yang dipersepsikan sebagai pihak antagonis oleh Barat, bahkan juga bisa mengakibatkan timbulnya friksi di antara sesama negara itu sendiri. Misalnya, kantor berita Reuters memberitakan seorang pejabat Uni Eropa yang gemas melihat Austria masih menggunakan gas dari Rusia hingga kini, mengkritik langkah lamban Austria dalam menghentikan penggunaan gas Rusia.

Pejabat asal Jerman tersebut, yang bernama Martin Selmayr, pada 6 September lalu bahkan sampai menyebut bahwa Austria sama saja dengan mengirim "uang darah" setiap hari ke Rusia. Hal tersebut karena Selymar mengingatkan bahwa pembayaran gas Austria kepada Rusia pada ujungnya akan membantu mendanai invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina.

Sontak saja, pemerintah Austria melalui kementerian luar negeri telah memanggil pejabat Uni Eropa tersebut. Komisi Eropa juga telah mengeluarkan pernyataan yang menyesalkan perkataan Selmayr yang dinilai tidak bijak tersebut. Selmayr juga telah dipanggil oleh Komisi Eropa untuk melapor ke kantor pusat di Brussels terkait dengan insiden tersebut.

Kelambanan Austria untuk beralih dari gas Rusia antara lain disebabkan berbagai faktor, termasuk karena geografis Austria yang dikelilingi daratan. Sedangkan negara-negara lain seperti Jerman dinilai lebih mudah meningkatkan kapasitas mereka dalam mengimpor gas alam cair dari berbagai wilayah selain Rusia, karena negara-negara tersebut memiliki pelabuhan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement