REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Tim Ahli Pokja Penguatan Moderasi Beragama Kementerian Agama yang juga Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Alissa Wahid, meminta anak muda atau pemilih pemula jangan memilih pemimpin yang menonjolkan politik identitas sebagai alat kampanye.
Alissa Wahid menyampaikan hal ini usai mengisi sosialisasi Moderat Sejak Dini di Kabupaten Badung, Bali, Sabtu, di mana pada kegiatan tersebut hadir 600 orang siswa dari berbagai sekolah dan madrasah dengan beragam agama dan suku berbeda.
“Kalau pemilih pemula perhatikan betul calon pemimpinnya, harus yang punya gagasan untuk memajukan Indonesia, jangan memilih justru calon yang mengedepankan identitas-identitas tertentu, identitas agama atau kesukuan,” kata dia.
“Itu seharusnya tidak boleh, apalagi kalau kemudian menjatuhkan lawan-lawannya dengan menggunakan pesan-pesan identitas,” ujar putri mantan presiden RI Gus Dur itu.
Hingga setahun menjelang Pemilu Serentak ini, Alissa menilai politik identitas masih samar terlihat, hal ini lantaran transaksi politik belum berakhir termasuk daftar calon tetap bagi legislatif juga belum ditetapkan
Namun, ini harus diwaspadai belajar dari pilkada Jakarta dan pemilihan presiden terakhir kali. Tepat setelah pemilihan berakhir indeks kerukunan beragama di Indonesia merosot.
“Setelah itu kita harus naikkan lagi dengan susah payah, jadi kita juga memperkirakan tahun ini sentimen-sentimen seperti itu juga akan dipakai. Dulu, setelah masyarakat berantem dengan politik identitas, taunya selesai pemilu semua calon bisa bersatu. Tapi sudah terlanjur banyak sekali sentimen intoleransi, itu yang harus kita cegah,” ujarnya.
Salah satu yang dilakukan pemerintah adalah sosialisasi yang dilakukan Kementerian Agama bekerja sama dengan Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (OASE KIM) saat ini, yaitu kampanye moderat sejak dini.
Alissa Wahid menyebut kegiatan ini salah satu tujuannya untuk mempersiapkan anak muda agar tidak termakan sentimen agama yang menanamkan kebencian, apalagi dewasa ini media sosial memberi pengaruh besar terhadap penyebaran informasi.
“Berdasarkan riset internasional, Indonesia, India, dan Amerika Serikat itu penggunaan sentimen kebencian atas dasar agama itu kuat sekali pada pemilihan presiden, jadi ini kita seperti memberi vaksin dulu supaya anak-anak ini nanti pada saat mendengarkan pesan-pesan beragama yang ekstrem mereka sudah punya vaksinnya, sudah paham beragama itu tidak begitu,” tuturnya.
Ia sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU juga menegaskan bahwa organisasi Islam tersebut tidak menonjolkan salah satu partai politik peserta pemilu, meski kerap dikaitkan dengan Partai Kebangkitan Bangsa.
"Semua politisi di semua partai politik itu punya kontribusi kepada NU, jadi NU tidak eksklusif. Bahkan di kepengurusan yang sekarang dari perbagai partai politik ada dari Golkar, PDIP, NasDem. Jangan kemudian membatasi warga NU. Warga NU bisa memilih partai mana yang dia pandang bisa mewadahi aspirasinya," tutup Alissa.