Sabtu 27 Sep 2025 05:56 WIB

BGN Akui Lalai, Ada Dapur Masak MBG Malam untuk Besok Harinya

Insiden keracunan itu terjadi akibat tidak dijalankannya prosedur SOP.

Rep: Bayu Adji P / Red: Indira Rezkisari
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Badan Gizi Nasional (BGN) di Jakarta, Jumat (26/9/2025). Badan Gizi Nasional melaporkan terdapat 70 kasus keracunan dengan 5.914 penerima MBG yang terdampak sepanjang Januari hingga September 2025, dan BGN akan bertanggung jawab penuh serta berjanji akan berbenah agar kejadian tersebut tidak terulang lagi.
Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Badan Gizi Nasional (BGN) di Jakarta, Jumat (26/9/2025). Badan Gizi Nasional melaporkan terdapat 70 kasus keracunan dengan 5.914 penerima MBG yang terdampak sepanjang Januari hingga September 2025, dan BGN akan bertanggung jawab penuh serta berjanji akan berbenah agar kejadian tersebut tidak terulang lagi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Gizi Nasional (BGN) mengaku bertanggung jawab atas maraknya kasus keracunan akibat makan bergizi gratis (MBG) beberapa waktu belakangan. Peristiwa demi peristiwa itu terjadi tak lepas dari kelalaian yang dilakukan BGN.

Wakil Kepala BGN Nanik S Deyang mengatakan, insiden keracunan itu terjadi akibat tidak dijalankannya prosedur operasional standar (SOP), baik oleh satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) maupun BGN. Salah satunya adalah mengenai waktu memasak MBG yang akan dibagikan kepada para penerima manfaat.

Baca Juga

"Jadi kalau masak di subuh itu, ini kan pertama SOP masaknya ini kan harus dimasak 01.30 sampai jam 02.00. Nah ternyata dia masaknya jam 20.00 malam atau jam 21.00, karena ngantuk," kata dia saat konferensi pers di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025).

Proses memasak yang terlalu dini itu jelas berdampak terhadap kualitas MBG yang dibagikan ke siswa pada pagi harinya. Akibatnya, tak jarang muncul kasus makanan sudah basi, yang berpotensi menyebabkan keracunan.

Menurut Nanik, ketidaktaatan terhadap SOP itu terjadi karena fungsi pengawasan yang dilakukan tidak dilakukan, baik oleh Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) yang menjadi kepala SPPG maupun oleh perwakilan dari BGI di setiap tingkatan. Di luar itu, ia menilai, hal itu terjadi bisa karena kemalasan petugas di lapangan.

"Ini unsur satu aja, kemalasan dan ya kami tentu teledor. Tidak menyalahkan yang malas, kan mestinya kalau diawasi pasti takut," kata dia.

Ia menjelaskan, proses memasak itu idealnya dimulai sejak pukul 02.00 hingga 03.00 WIB untuk MBG yang akan diantarkan ke sekolah pukul 07.00 WIB. Pasalnya, makanan semestinya dikonsumsi enam jam setelah proses masak.

Ia menambahkan, makanan itu pun harus langsung dimakan ketika sudah waktunya tiba. Penerima manfaat juga diminta tidak menunda untuk mengonsumsi.

"Jangan nanti makannya jam 09.00, 10.00, atau dibawa pulang. Itu yang menyebabkan kontaminasi. Karena itu, nanti kami akan pakaikan barcode, Jadi kami nanti berikutnya akan masang barcode di omprengnya anak-anak itu, jadi tertulis nanti ini hanya boleh dikonsumsi sampai jam sekian," kata dia.

Nanik menyatakan, pihaknya bakal menggalakkan kembali penerapan SOP yang berlaku. Pasalnya, ketika SOP dijalankan pada awal mula program MBG berjalan, hampir tidak ada kasus keracunan terjadi. "Nah ini yang mau kami gedor lagi," ujar Nanik.

BGN tidak akan lagi memberikan toleransi kepada para petugas yang tidak menjalankan SOP dengan semestinya. Bahkan, BGN tidak segan melakukan pemecatan atau pemutusan kerja sama bagi mereka yang tidak menjalankan SOP.

"Ya tadi makanya saya nggak peduli kalau harus dipecat ya kan. Mau apa lagi, kamu nggak jalankan dengan benar kan. Ini bukan sekedar ngasih makan gratis ini, ngasih makan bergizi," kata dia.

Diketahui, saat ini sudah ada sekitar 9.400 SPPG yang beroperasi di bebagai wilayah Indonesia. Dari total ribuan SPPG itu, sebanyak 45 SPPG diketahui tidak menjalankan SOP dalam menyediakan MBG untuk para penerima manfaat, sehingga BGN harus menutup 40 SPPG di antaranya hingga penyelidikan selesai.

Sementara berdasarkan data BGN hingga 25 September 2025, total terdapat 70 kasus keracunan akibat MBG. Dari total kasus itu, terdapat 5.914 orang yang terdampak.

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement