REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perjanjian Paris untuk membuat emisi karbon nol di 2050 telah melahirkan ekonomi hijau yang tujuan utamanya adalah untuk mengurangi bahkan membuat emisi karbon yang merusak lingkungan dan menyebabkan perubahan iklim menjadi nol, dengan cara beralih ke energi baru dan terbarukan (EBT), dan dengan mengadakan perdagangan karbon (carbon trading).
Menuju ekonomi hijau tentu bukanlah hal yang mudah mengingat banyak biaya yang harus dikeluarkan di awal untuk menciptakan teknologi dan infrastruktur yang mendukung. Maka dari itu, pemerintah dan para ahli pun mulai mencari solusi untuk mengembangkan ekonomi hijau, salah satunya dengan pemanfaatan teknologi blockchain.
"Upbit melihat potensi besar dalam peranan teknologi blockchain dalam mengembangkan ekonomi hijau yang berkelanjutan. Berikut beberapa peran utama teknologi blockchain dalam mendukung perkembangan ekonomi hijau yang dirangkum oleh Upbit Indonesia," kata VP of Operations Upbit Indonesia Resna Raniadi dalam siaran persnya, Rabu (27/9/2023).
Pertama, Pelacakan Sumber Daya dan Rantai Pasokan Berkelanjutan. Blockchain dapat digunakan untuk mencatat dengan transparan dan akurat sumber daya alam, seperti kayu, logam, atau air, dari sumbernya hingga ke konsumen akhir. "Hal ini sangat penting dalam memastikan bahwa sumber daya alam digunakan secara berkelanjutan dan tidak dieksploitasi secara berlebihan," kata Resna.
Kedua, Energi Terbarukan dan Perdagangan Karbon. Blockchain dapat digunakan dalam industri energi terbarukan untuk memungkinkan perdagangan energi terbarukan secara langsung antara produsen dan konsumen. "Selain itu, blockchain juga dapat digunakan untuk mencatat dan mengaudit emisi karbon, memungkinkan perusahaan dan negara untuk memantau dan mengurangi jejak karbon mereka, serta berpartisipasi dalam perdagangan karbon yang efisien," tuturnya.
Ketiga, Transparansi dan Akuntabilitas. Blockchain menawarkan tingkat transparasi dan akuntabilitas yang tinggi dalam data dan transaksi. "Ini dapat membantu mengatasi masalah penipuan dan greenwashing, serta memastikan bahwa perusahaan dan proyek - proyek yang mengklaim berkontribusi pada ekonomi hijau benar-benar mematuhi praktik berkelanjutan dan berkontribusi pada ekonomi hijau," katanya.
Resna mengatakan, meskipun blockchain memiliki potensi besar dalam mendukung ekonomi hijau, penting untuk diingat bahwa teknologi ini juga memiliki tantangan, seperti regulasi, biaya pengembangan, dan juga implementasinya.
"Namun, dengan perkembangan teknologi dan inovasi yang berkelanjutan, blockchain dapat menjadi alat yang kuat dalam memajukan tujuan pembangunan berkelanjutan dan ekonomi hijau. Untuk mendukung hal tersebut, perlu adanya dukungan dari berbagai pihak termasuk pemerintah, pihak swasta, dan akademia untuk menciptakan regulasi yang mendukung teknologi blockchain, seperti insentif keuangan untuk perusahaan atau proyek yang menggunakan teknologi blockhain, serta mengadakan edukasi dan pelatihan untuk masyarakat sehingga dapat membantu memperluas pemahaman tentang manfaat teknologi ini," kata Resna Raniadi.