Rabu 04 Oct 2023 21:32 WIB

Bisa Jadi Primadona, BRIN Usul Tiap PTNBH Buka Jurusan Arkeologi

Hanya ada enam universitas di Indonesia yang memiliki jurusan arkeologi.

Red: Stevy maradona
Penemu fosil Homo Floresiensis Thomas Sutikna (kedua kanan) berbincang dengan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko (kanan) menjelaskan terkait patung rekontruksi Homo Floresiensis di kawasan Sains RP Soejono, BRIN, Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (4/10/2023). Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperingati 20 tahun penemuan fosil manusia purba atau Homo Floresiensis. Pameran tersebut bertajuk The Commemoration of the 20th Anniversary of Homo Floresiensis Discovery dengan menyajikan pameran fosil serta diksusi ilmiah bersama arkeolog nasional dan luar negeri terkait penemuan fosil Homo Floresiensis. The Hobit Flores atau manusia purba kerdil asal Flores tersebut memiliki keunikan karena bentuk tengkoraknya yang lebih kecil dari tengkorak manusia modern dan juga memiliki tinggi badan 106 centimeter dengan bobot tubuh 27,5 kilogram. Homo Floresiensis ditemukan di situs Liang Boa yang merupakan gua di perbukitan karst Kabupaten Manggarai, Flores pada tahun 2003. Meski demikian proses penelitaian tersebut sudah berlangsung dari tahun 1965. Berdasarkan hasil uji laboratorium, fosil Homo Floresiensis berusia sekitar tiga puluhan ribu tahun yang lalu.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Penemu fosil Homo Floresiensis Thomas Sutikna (kedua kanan) berbincang dengan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko (kanan) menjelaskan terkait patung rekontruksi Homo Floresiensis di kawasan Sains RP Soejono, BRIN, Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (4/10/2023). Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperingati 20 tahun penemuan fosil manusia purba atau Homo Floresiensis. Pameran tersebut bertajuk The Commemoration of the 20th Anniversary of Homo Floresiensis Discovery dengan menyajikan pameran fosil serta diksusi ilmiah bersama arkeolog nasional dan luar negeri terkait penemuan fosil Homo Floresiensis. The Hobit Flores atau manusia purba kerdil asal Flores tersebut memiliki keunikan karena bentuk tengkoraknya yang lebih kecil dari tengkorak manusia modern dan juga memiliki tinggi badan 106 centimeter dengan bobot tubuh 27,5 kilogram. Homo Floresiensis ditemukan di situs Liang Boa yang merupakan gua di perbukitan karst Kabupaten Manggarai, Flores pada tahun 2003. Meski demikian proses penelitaian tersebut sudah berlangsung dari tahun 1965. Berdasarkan hasil uji laboratorium, fosil Homo Floresiensis berusia sekitar tiga puluhan ribu tahun yang lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko berpendapat perlu lebih banyak jurusan arkeologi di universitas universitas negeri di Indonesia. Hal ini untuk menunjang tenaga riset arkeologi di Indonesia. Menurut Laksana, Indonesia kaya akan potensi arkeologi kelas dunia. 

“Di Indonesia hanya ada enam universitas yang memiliki jurusan arkeologi, menurut saya ini masalah!” kata Laksana, Rabu (4/10/2023), pagi. Keenam universitas itu adalah Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Udayana, Universitas Hasanuddin, Universitas Halu Uleo, dan Universitas Jambi.

Baca Juga

Ia sedang membuka acara ‘Commemoration of the 20th Anniversary of Homo floresiensis Discovery’ di Kawasan Sains Raden Panji Soejono BRIN di Pejaten Pasar Minggu. Acara tersebut merupakan perayaan dari penemuan fenomenal arkeolog Indonesia yang menemukan Homo floresiensis di Situs Liang Bua, Flores, Nusa Tenggara Timur, 2 September 2003. BRIN menggelar serangkaian acara peringatan. Mulai dari dua hari diskusi ilmiah yang dihadiri ilmuwan dan arkeolog dalam dan luar negeri hingga pameran kecil rangka Homo floresiensis

Laksana melanjutkan, perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTNBH) bisa memulai membuka jurusan arkeologi dengan memanfaatkan sarjana lulusan bidang ilmu lain kepada arkeologi di universitas bersangkutan. Ia menyebut seperti bidang ilmu geologi yang berminat arkeologi, kemudian menempuh pendidikan S2 arkeologi maupun S3 arkeologi, ini bisa jadi titik untuk membuka jurusan tersebut.

Laksana menekankan, setiap PTNBH harusnya bisa membuka jurusan arkeologi. Apalagi mereka universitas negeri, yang menurut dia, bukan profit oriented. “Jadi jurusan sepi pun harus dibuat,” kata dia. “Mereka harus buat,“ katanya memberi penekanan. Doktor fisika lulusan Jepang ini berseloroh bahwa ia pun lulus dari jurusan yang sepi peminat, tapi tidak berkecil hati. 

Apakah BRIN siap membantu? Laksana berjanji BRIN siap membantu PTNBH yang ingin membuka jurusan arkeologi. BRIN memiliki sumber daya untuk itu. “Kita punya anggaran untuk mendukung itu secara berkesinambungan. Kita ada peralatan-peralatannya.” Ia berharap arkeologi bisa menjadi jurusan primadona ke depannya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement