REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasiomal (BKKBN) Hasto Wardoyo, mengungkapkan bahwa orang stunting bakal berpenghasilan lebih rendah dibanding orang normal. Berdasarkan kajian, orang stunting pendapatan hanya 20 persen di masa akan datang.
Hal ini disampaikan Hasto, dalam peluncuran Sistem Informasi Peringatan Dini dan Informasi Peringatan Dini Pengendalian Penduduk (Siperindu) di aula kanto BKKBN, Kamis (19/1/2023).
"Sebetulnya muara indikatornya adalah stunting. Human capital index proporsi terbesarnya stunting. ya memang ada human development index tapi human capital index lebih presisi untuk menduga. Sehingga kelompok manusia stunting dan tidak stunting selisih pendapatannya 20 persen," kata Hasto dalam siaran persnya.
Hasto mengatakan ada satu kajian yang lebih dalam bagi satu daerah yang sudah mencapai bonus demografi berarti naik akselerasi pendapatan per kapitanya. "Kajian ini serious problem dan kajian ini menarik sekali. Jadi kita harus equal equity, itu dari sisi kuantitas dan kita sudah menemukan masalahnya," kata Dokter Hasto.
Sekarang, lanjut dia, kependudukan juga terkait dengan kualitas penduduk, yang ditekankan sekarang isu-isunya itu keseimbangan antara kualitas dan kuantitas.
“Kualitas itu ada stunting, kualitas yang sangat sarat dengan kuantitas secara individu, kalau tadi kuantitas secara populasi, stunting dari tinggi badannya, berat badan, ini kualitas yg sangat dekat dengan kuantitas secara individu”, ujar Dokter Hasto
Menurut Hssto, aging population yang meningkat berkaitan erat dengan sadwich generation. Tahun 2035, Generasi Sandwich yang harus menanggung orang tuanya. Menurut UN ESCAL 2023, aging population 2022 di Indonesia sebesar 277,534.
Indeks pembangunan manusia akan tergeser, kata Hasto, maka rata-rata ekonominya rendah. "Kalau generasi sekarang lincah gerak dan tinggi badannya maka akan menjadi generasi yang hebat di masa depan,” ungkap dia.
Dalam acara yang sama diadakan juga penandatanganan MoU BKKBN dengan Perkumpulan Guru Madrasah Indonesia (PGMI). Generasi hebat sasaran utamanya adalah remaja.
“Remaja menjadi populasi strategis sasaran, kalau kita mau merubah kualitas kuantitas itu siapa yang akan hamil, siapa yang akan nikah, siapa yang akan jadi pasangan hidup baru ya remaja, yang berada di bangku sekolah, dibangku kuliahpun sudah telat, sudah banyak yang kawin dibangku kuliah bahkan banyak yang tidak kuliah, tapi kalau di SMA SMP ini semua tertangkap, kalau diperguruan tinggi ya kita tangkapnya hanya yang bisa kuliah sehingga madrasah menjadi penting,” kata Hasto.