REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, Jawa Barat, meluncurkan “Sekolah dan Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak (Senandung Perdana). Program tersebut diharapkan dapat menekan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Bandung.
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung, pada 2022 tercatat 450 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Menurut Kepala DP3A Kota Bandung Uum Sumiati, jenis kekerasan yang paling banyak terjadi berupa kekerasan psikis, kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan penelantaran.
Dalam upaya menekan potensi kekerasan itu, Uum mengatakan, DP3A menginisiasai Senandung Perdana. Menurut dia, Senandung Perdana diharapkan dapat meningkatkan upaya perlindungan anak dan perempuan, serta pemberdayaan.
Uum menjelaskan, Senandung Perdana akan mencakup berbagai bidang, seperti upaya menekan angka pekerja anak dan mencegah perkawinan anak, serta meningkatkan peran ibu dan keluarga dalam pengasuhan anak. Menurut dia, ada juga sejumlah kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan wirausaha para perempuan.
“Dengan harapan jangka panjang sekolah perlindungan ini akan menekan kasus kekerasan yang terjadi di Kota Bandung, bahkan diharapkan bisa tidak terjadi, sehingga bisa terwujudnya kota layak anak dan menuju kota yang ramah perempuan,” kata Uum, saat peluncuran Senandung Perdana di Pendopo Kota Bandung, Senin (23/10/2023).
Uum mengatakan, pihaknya telah menyusun modul bersama dengan Poltekkes Bandung. Ada delapan modul utama yang akan disampaikan, antara lain pembangunan kualitas keluarga, pengasuhan berbasis hak anak, cegah kekerasan berbasis gender, pencegahan perkawinan usia anak, psikososial dan eksploitasi seksual, dan psikososial anak.
Selain itu, sanksi hukum dan keterampilan konseling. Ada pula modul tematik yang akan berkaitan dengan edukasi literasi keuangan dan kewirausahaan.
Menurut Uum, pihaknya juga akan melibatkan elemen sekolah dalam upaya menekan potensi kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Kami mengutamakan juga nanti para guru BK (Bimbingan Konseling), para kepala sekolah, dan juga pengurus OSIS dari sekolah untuk penguatan sosialisasi dan edukasi pencegahan kekerasan ini dilakukan secara sistematis,” kata Uum.