Djarot Saeful Hidayat mengungkapkan, adanya perbedaan antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo dalam berpolitik. Dia menyebut, Megawati tak pernah menerapkan politik dinasti terhadap anak-anaknya, baik Puan Maharani ataupun Prananda Prabowo.
Dia menjelaskan, Puan menjadi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) hingga Ketua DPR saat Megawati tak menjadi presiden. Sehingga, tak ada relasi kekuasaan dalam proses pemilihan tersebut.
"Ini kalau masalah dinasti dari keturunan, tapi bagaimana kita sekarang ini di masyarakat berkembang ‘Ini Jokowi bangun dinasti’. Ya ketika dia berkuasa, ketika dia berkuasa, betul di dalam proses demokrasi itu semua orang itu punya hak untuk dipilih dan memilih, tapi ada etikanya, ada batas-batasnya," ujar Djarot.
PDIP memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) yang mencegah terjadinya politik dinasti. Salah satunya adalah melarang keluarga inti berada dalam satu lembaga legislatif di tingkatan yang sama.
"Jadi kita PDI Perjuangan itu melawan dinasti politik, kita batasi, itu pun satu keluarga maksimal tiga. Jadi tidak bisa di PDI Perjuangan, misalnya suaminya PDI Perjuangan, istrinya partai X, anaknya partai W, adiknya partai yang berbeda, dengan harapan dia menguasai parlemen misalnya," ujar Djarot.
Di samping itu, PDIP mengenal yang namanya nilai etika, moral, dan adab dalam berpolitik. Djarot juga kembali mencontontohkan Puan yang sebenarnya bisa mengikuti Pilpres 2024, tetapi Megawati tak melakukan hal tersebut.
"Jadi sekali lagi untuk dinasti politik, PDI Perjuangan berada di garis terdepan, jangan sampai (politik dinasti) terjadi. Mas Gibran jadi Wali Kota karena memang Pak Jokowi kader partai ketika menginginkan anaknya untuk maju, tak hanya anaknya menantunya juga, tapi melalui proses," ujar Djarot.