Rabu 01 Nov 2023 21:30 WIB

RSF Adukan Kejahatan Perang Terhadap Jurnalis di Gaza ke Mahkamah Pidana Internasional

34 jurnalis terbunuh sejak pertempuran antara Hamas dan Israel terjadi pada 7 Oktober

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
International Criminal Court (Mahkamah Pidana Internasional)
Foto: hrw.org
International Criminal Court (Mahkamah Pidana Internasional)

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Kelompok Reporters Without Borders (RSF) telah mengajukan pengaduan kejahatan perang kepada Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Hal itu sehubungan dengan ditargetkannya jurnalis yang melakukan peliputan di Jalur Gaza.

“Para wartawan ini adalah korban serangan yang berjumlah – paling tidak – untuk kejahatan perang yang membenarkan penyelidikan oleh jaksa penuntut ICC,” kata RSF dalam sebuah pernyataan, Rabu (1/11/2023), dikutip laman Anadolu Agency.

Baca Juga

Berkas yang diajukan RSF ke ICC merinci kasus sembilan jurnalis yang terbunuh sejak Israel melancarkan serangan udara ke Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu. Dalam laporannya, RSF turut menyisipkan pemaparan tentang aksi perusakan yang disengaja, baik secara total maupun parsial, terhadap lebih dari 50 outlet media di Gaza.

Menurut RSF, sebanyak 34 jurnalis telah terbunuh sejak dimulainya pertempuran antara Hamas dan Israel pada 7 Oktober 2023 lalu. Sebanyak 12 jurnalis di antaranya tewas ketika sedang melaksanakan tugas. Dari ke-12 jurnalis tersebut, 10 berada di Gaza, kemudian dua lainnya bertempat di Israel dan Lebanon.

“Skala, keseriusan, dan sifat berulang dari kejahatan internasional yang menargetkan jurnalis, khususnya di Gaza, menyerukan penyelidikan prioritas oleh jaksa ICC. Kami telah menyerukan ini sejak 2018. Peristiwa tragis saat ini menunjukkan urgensi ekstrem dari perlunya tindakan ICC," ujar Sekretaris Jenderal RSF Christophe Deloire.

Sebelum pengaduan terbaru, RSF telah dua kali melayangkan laporan kepada jaksa ICC tentang kejahatan perang terhadap jurnalis Palestina di Gaza. Pengaduan pertama dilakukan pada Mei 2018. Kala itu terdapat beberapa jurnalis yang tewas dan terluka ketika meliput aksi “Great March of Return” di Gaza.

Pengaduan kedua dilakukan pada Mei 2021. Ketika itu serangan udara Israel menghantam lebih dari 20 kantor media di Jalur Gaza. RSF juga mendukung pengaduan oleh media Aljazirah terkait penembakan hingga tewas yang dialami jurnalisnya Shireen Abu Akleh.

Pada Desember 2022, Aljazirah mengatakan, mereka akan membawa kasus pembunuhan Shireen Abu Akleh ke ICC. Aljazirah mengatakan, mereka telah melakukan penyelidikan menyeluruh atas tewasnya Shireen dan menemukan bukti baru berdasarkan beberapa laporan saksi mata. Aljazirah juga memeriksa sejumlah rekaman video di lokasi tewasnya Shireen.

Berdasarkan temuan-temuan itu, Aljazirah menyimpulkan bahwa Shireen dan beberapa jurnalis lainnya memang jadi sasaran penembakan langsung pasukan Israel. “Klaim otoritas Israel bahwa Shireen terbunuh secara tidak sengaja dalam baku tembak sama sekali tidak berdasar,” kata Aljazirah dalam sebuah pernyataan, 6 Desember 2022 lalu.

Aljazirah menjelaskan, bukti-bukti yang diajukan ke kantor kejaksaan menegaskan, tanpa keraguan, bahwa tidak ada penembakan di area tempat Shireen berada. Kecuali pasukan Israel yang memang melepaskan tembakan langsung ke arah Shireen dan sejumlah jurnalis lainnya.

“Para jurnalis berada di hadapan pasukan pendudukan Israel saat mereka berjalan sebagai kelompok perlahan-lahan di jalan dengan rompi media khas mereka, dan tidak ada orang lain di jalan,” ungkapnya.

Menurut Aljazirah, temuan itu secara otomatis membantah klaim Pasukan Pertahanan Israel yang menyebut tidak ada kejahatan dilakukan sepenuhnya dalam kasus tewasnya Shireen. “Bukti menunjukkan bahwa pembunuhan yang disengaja ini merupakan bagian dari kampanye yang lebih luas untuk menargetkan dan membungkam Aljazirah,” katanya.

Selama 25 tahun berkarier sebagai jurnalis di Aljazirah, Shireen kerap menggemakan suara rakyat Palestina. Oleh sebab itu, jurnalis berkebangsaan Palestina-Amerika itu mendapat julukan “suara Palestina”.

Shireen tewas tertembak saat tengah meliput operasi penggerebekan pasukan Israel di Jenin, Tepi Barat, 11 Mei 2022. Sempat terjadi perdebatan tentang siapa pelaku penembakan terhadap Shireen.

Kala itu muncul dugaan bahwa pasukan Israel yang telah membunuh Shireen. Namun Israel menolak tuduhan tersebut. Mereka justru menuding kelompok militan Palestina yang menembak Shireen.

PBB akhirnya turun tangan untuk melakukan penyelidikan independen. Pada 24 Juni 2022, PBB merilis temuannya. Mereka mengungkapkan, hasil penyelidikannya menunjukkan bahwa Shireen tewas akibat ditembak pasukan Israel.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement