Selasa 07 Nov 2023 17:45 WIB

Perlukah Pakai Masker untuk Cegah Cacar Monyet?

Cacar monyet berbeda dari Covid-19 yang merupakan penyakit pernapasan.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Cacar monyet (ilustrasi). Masker bukan cara pencegahan penyebaran yang utama terkait cacar monyet.
Foto: Republika/Mardiah
Cacar monyet (ilustrasi). Masker bukan cara pencegahan penyebaran yang utama terkait cacar monyet.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dengan kabar bertambahnya jumlah kasus penyakit cacar monyet, monkeypox, atau mpox di Indonesia, masyarakat bertanya-tanya mengenai upaya pencegahan penularannya. Apakah perlu memakai masker seperti saat pandemi Covid-19 untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut?

Ketua Satgas MPox Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Hanny Nilasari mengatakan, masker bukanlah cara pencegahan penyebaran yang utama terkait cacar monyet. Sebab, cacar monyet berbeda dari Covid-19 yang merupakan penyakit pernapasan.

Baca Juga

Dalam "Media Briefing: Update MPox PB IDI", Selasa (7/11/2023), Hanny menyebut cacar monyet termasuk penyakit zoonosis yang disebabkan oleh virus monkeypox (MPXV). Persebaran utamanya adalah kontak erat dengan kulit pengidap cacar monyet yang memiliki lesi, serta kontak seksual dengan pengidapnya.

Lazimnya, lesi ditemukan di area genital dan kulit tubuh pasien. Namun, ada juga beberapa laporan di mana pasien teridentifikasi memiliki lesi di sekitar rongga mulut, sekitar tonsil, atau area bagian dalam mulut.

"Saat pasien melakukan komunikasi sangat dekat dan relatif lama, droplet yang dikeluarkan bisa mengandung virus dan menularkannya. Memang tidak menjadi sesuatu yang prioritas terkait penggunaan masker, tapi masih tetap dianjurkan," ujar Hanny.

Dokter spesialis dermatologi dan venereologi itu membagikan update terkini jumlah kasus mpox di Indonesia. Per 6 November 2023 pukul 19.00, terdapat 35 kasus cacar monyet terkonfirmasi di Indonesia. Satu kasus di Banten, 29 kasus di DKI Jakarta, dan lima kasus di Jawa Barat.

Gejala klinis cacar monyet antara lain ruam kulit, pembengkakan kelenjar getah bening, meriang atau demam, nyeri otot, serta pendarahan di area rektum. Seluruh kasus cacar monyet di Indonesia terjangkit pada pria. Sebanyak 24 pasien dari 28 pasien di DKI Jakarta yang sudah ditinjau datanya merupakan LSL yaitu laki-laki yang melakukan kontak seksual dengan laki-laki.

Dari 28 kasus terkonfirmasi di DKI Jakarta tersebut, sebanyak 10 orang juga mengidap HIV, tiga orang mengidap sifilis, sembilan pasien terinfeksi HIV sekaligus sifilis. Sementara, satu orang mengidap HIV dan hipertensi, satu orang mengidap HIV, hipertensi, dan HBsAg positif sekaligus, dan tiga pasien tanpa komorbid. Sementara, untuk pasien lainnya belum ada data secara rinci.

Hanny mengatakan, tingkat kematian pasien akibat cacar monyet di seluruh dunia kurang dari 0,1 persen. Tetap saja, cacar monyet perlu diwaspadai karena Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan cacar monyet sebagai darurat kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian internasional (PHEIC).

"Pencegahan dan kewaspadaan harus tetap dilakukan. Jangan anggap sepele karena ini adalah infeksi virus yang bisa menyerang berbagai organ, bukan hanya kulit. Untuk menghadapi kasus-kasus mpox, masyarakat tidak boleh lengah," kata Hanny.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement