REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Lembaga keuangan China tercatat meminjamkan 1,34 triliun dolar AS atau sekitar Rp 21 ribu triliun ke negara-negara berkembang dari tahun 2000 hingga 2021. Pada laporan peneliti Amerika Serikat, AidData menunjukkan pemberi pinjaman bilateral terbesar di dunia beralih dari pinjaman infrastruktur ke pinjaman penyelamatan.
Meskipun komitmen pinjaman sebesar 136 miliar dolar AS pada 2016, Tiongkok masih berkomitmen memberikan pinjaman dan hibah sebesar 80 miliar dolar AS pada 2021. Hal ini mencakup hampir 21 ribu proyek di 165 negara berpenghasilan rendah dan menengah dan mungkin merupakan kumpulan data paling komprehensif dari jenisnya.
Seperti dilansir dari laman Reuters, Selasa (7/11/2023) pendanaan luar negeri di Beijing dan negara-negara berkembang menuai kritik dari negara-negara Barat dan beberapa negara penerima, termasuk Sri Lanka dan Zambia, bahwa proyek-proyek infrastruktur yang didanai Tiongkok membebani mereka dengan utang yang tidak mampu mereka bayar kembali.
Data menunjukkan bahwa sumber dan fokus pendanaan luar negeri Tiongkok telah berubah. Pada 2013, ketika Presiden Xi Jinping meluncurkan inisiatif untuk membangun infrastruktur di negara-negara berkembang, bank-bank kebijakan Tiongkok menyumbang lebih dari setengah pinjaman. Porsinya mulai menurun sejak 2015 dan menjadi 22 persen pada 2021.