REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang juga calon panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto memastikan netralitas TNI dalam tahapan dan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024. Ia juga menegaskan tak adanya intervensi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) di TNI, meskipun dirinya dianggap dekat dengan mantan wali kota Solo itu.
"Nggak ada lah, nggak ada (intervensi dari Jokowi). Saya sama siapapun deket kok," ujar Agus usai rapat kerja dengan Komisi I DPR di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Netralitas TNI berpatokan pada Pasal 39 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal tersebut mengatur, prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan menjadi anggota partai politik dan kegiatan politik praktis.
Di samping itu, TNI dalam Pemilu 2024 juga berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Di dalamnya mengatur, sanksi denda maupun pidana bagi anggota TNI aktif yang terlibat dalam kampanye.
Dalam UU Pemilu, bentuk keikutsertaan selanjutnya yang tidak boleh dilakukan oleh anggota TNI adalah termasuk melaksanakan, menjadi peserta, dan tim kampanye peserta pemilu. Lalu, aparat TNI juga dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan peserta atau tim kampanye tertentu di pemilu.
"Klausulnya itu bahwa TNI tidak boleh berpolitik," ujar Agus.
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono juga memberikan pesan kepada Agus, yang menekankan netralitas pada Pemilu 2024. "Kita berharap tetap mempertahankan prajurit yang profesional modern, karena sekarang ini sudah digitalisasi informasi ya, tentunya tangguh, profesional. Saya harap tetap dipertahankan, karena itu modal utama dalam menghadapi perkembangan situasi ke depan," ujar Yudo.
"KSAD, saya kan sudah tekankan juga kepada seluruh prajurit, saya kira Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, Udara, sudah memahami itu. Saya kira kita sudah sepakat TNI untuk netral, netral, netral," sambungnya.
Setidaknya ada lima poin yang ditekankan kepada prajurit TNI terkait netralitasnya dalam Pemilu 2024. Pertama, tidak memihak dan tidak memberi dukungan kepada partai politik manapun, beserta pasangan capres dan cawapres.
"Kedua, tidak memberikan fasilitas tempat atau sarana dan prasarana milik TNI kepada pasangan calon dan partai politik untuk digunakan sebagai sarana kampanye," ujar Yudo.
Ketiga, keluarga prajurit TNI yang memiliki hak pilih atau hak individu selaku warga negara Indonesia dilarang memberi arahan dalam menentukan hak pilih. Keempat, tidak memberikan tanggapan, komentar, dan mengunggah apapun terhadap hasil hitung cepat sementara yang dikeluarkan oleh lembaga survei.
"Lima, menindak tegas prajurit TNI dan PNS yang terbukti terlibat politik praktis, memihak, dan memberi dukungan partai politik, serta pasangan calon yang diusung," ujar Yudo.