Sabtu 18 Nov 2023 08:36 WIB

Haedar Nashir: Pemilu 2024 Harus Fair

Ketika etika politik menghalalkan segala cara maka rusaklah kehidupan.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Fernan Rahadi
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir berpose di sela wawancara khusus dengan Republika di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (9/11/2023).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir berpose di sela wawancara khusus dengan Republika di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (9/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemajuan sebuah bangsa dinilai tidak cukup dengan kemajuan fisik dan kemajuan intelektual. Kemajuan bangsa juga harus dilandasi oleh kemajuan moral, etik, akhlak.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir mengatakan manusia itu berbeda dengan makhluk lain justru pada akhlaknya, pada moralnya, pada etiknya. 

Baca Juga

"Kehidupan bangsa bahkan bisa hancur karena nir-etik, nir-moral, nir-akhlak. Sehingga karena nir-etik, nir-moral, dan nir-akhlak lalu menghalalkan segala cara,"ujar dia kepada Republika, Sabtu (18/11/2023).

Menurut Haedar, ketika etika politik dan kehidupan kebangsaan termasuk ekonomi menghalalkan segala cara maka rusaklah kehidupan. 

Indonesia, kata dia, sebenarnya masih tertinggal di dalam hal kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan menciptakan masyarakat ilmu. 

"Kita masih menjadi masyarakat yang komunalistiknya tinggi, sosialnya tinggi, tetapi untuk sampai pada taraf masyarakat ilmu itu masih jauh dari harapan. Artinya kita harus mempertinggi kualitas baca, kualitas semangat berilmu dari masyarakat kita,"ujar dia.

Politik bahkan kontestasi pemilu juga membutuhkan masyarakat yang cerdas dan kritis memilih. Seluruh ahli ilmu politik diharapkan sumbangsihnya untuk mencerdaskan kehidupan politik bangsa untuk memperadapkan politik bangsa.

Karena Indonesia yang berdasarkan Pancasila di mana agama dan kebudayaan luhur hidup itu juga memerlukan bangunan keadaban dan keadaban yang luhur. 

Muhammadiyah terus akan membangun kehidupan kebangsaan yang berbasis pada value, nilai agama, pancasila, kebudayaan bangsa, dan konstitusi. 

Jangan sampai kita maju di bidang demokrasi, hak asasi manusia, pemahaman tentang pluralisme, pasca reformasi tetapi kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya, dan sistem bernegara itu menjauh dari prinsip-prinsip dasar nilai dan konstitusi, apalagi sampai mencederai konstitusi. 

"Nah, karena itu kita berharap bahwa termasuk pemilu 2024 bukan soal hanya mengejar menang dan kemenangan semata apalagi hukum kontestasi itu akan ada yang menang akan ada yang kalah. Maka bagaimana meraih kemenangan itu secara fair, secara beretika, secara berkeadaban bahkan secara konstitusi,"jelas dia.

Jangan sampai karena ingin kemenangan lalu menghalalkan segala macam cara bisa menang, tetapi itu mencederai etik, mencederai akhlak, mencederai keadaban, bahkan mencederai konstitusi jika kita menghalalkan segala macam.

"Nah, kemudian di era media sosial apalagi media sosial ini kan di samping positifnya tapi juga menjadi pusat hoaks, menjadi pusat kebencian, menjadi pusat konflik bahkan menebar segala macam kebohongan itu. Dengan berita-berita, flyer, postingan-postingan yang kelihatan benar tetapi sebenarnya destruktif maka diperlukan juga etika dan keadaban bermensos apalagi ketika mensos digunakan sebagai alat untuk berpolitik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement