REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelompok masyarakat bernama Komite Relawan Penggerek Pancasila (KRPP) melaporkan dugaan soal pihak Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) memobilisasi petugas pendamping desa untuk memenangkan salah satu pasangan capres-cawapres.
Laporan dilayangkan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI. Laporan dibuat oleh ketua kelompok tersebut, Arief, di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Selasa (21/11/2023).
Arief menjelaskan, laporan dibuat karena pihaknya menerima informasi dari jaringan kelompoknya di pulau Sulawesi, Sumatera dan Jawa Timur dalam kurun waktu Oktober–November 2023 soal mobilisasi pendamping desa. Para pendamping desa diperintahkan untuk mengunggah konten ajakan memilih salah satu pasangan capres-cawapres dan partai politik di media sosial.
"Pihak pendamping desa diminta untuk membuat akun media sosial sebanyak-banyaknya dengan kewajiban melakukan posting 3–5 kali sehari," kata Arief dalam dokumen laporannya.
Perintah tersebut, kata dia, disertai ancaman. Bagi pendamping desa yang tak melakukannya, maka akan diberikan nilai buruk sehingga kontraknya berpotensi tidak diperpanjang.
Arief menyebut, dugaan mobilisasi ini terungkap setelah sejumlah petugas pendamping desa buka suara meski mereka terpaksa mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut. Sebab, mereka yang membongkar kecurangan ini mendapatkan intimidasi dari sejumlah pihak.
"Dengan laporan ini, kami berharap pihak Bawaslu dapat memberikan perhatian lebih kepada para Pendamping Desa yang diintimidasi oleh salah satu pihak dalam menjalan tugasnya sebagai aparatur negara dalam melayani masyarakat," kata Arief.
Ketika dikonfirmasi, Arief menyebut laporannya sudah diterima oleh Bawaslu RI. Hanya saja Bawaslu meminta untuk melengkapi dua alat bukti, yakni bukti tertulis dan bukti video/data. Adapun Arief baru menyerahkan bukti tertulis. "Nanti akan kita bawa kekurangan bukti yang lain," ujarnya.
Selain melaporkan dugaan mobilisasi pendamping desa, Arief juga melaporkan ihwal dugaan pelanggaran prinsip netralitas yang dilakukan Penjabat (Pj) Bupati Sorong Yan Piet Moso dan Kabinda Papua Barat Brigadir Jenderal TNI Silaban.
Laporan ini berkaitan dengan beredarnya foto dokumen berjudul Pakta Integritas pada pekan lalu di media sosial. Dokumen tersebut diteken oleh Yan Piet sebagai pembuat, dan Silaban sebagai pihak yang mengetahui.
Dalam poin keempat Pakta Integritas tersebut, Yan Piet menyatakan siap memberikan kontribusi suara minimal 60 persen + 1 untuk memenangkan capres Ganjar Pranowo di Sorong. Sebagai catatan, kasus dugaan pelanggaran netralitas di Sorong ini sedang diselidiki oleh Bawaslu.