Sabtu 25 Nov 2023 04:14 WIB

Jelang Pemilu 2024, Ini Kiat Kenali Hoaks dan Ujaran Kebencian

Masyarakat perlu bersikap kritis pada kabar yang tidak jelas.

Red: Natalia Endah Hapsari
Untuk mengantisipasi  hoaks jelang masa kampanye Pemilu 2024, salah satunya adalah dengan melakukan verifikasi kabar dengan mengecek ke media arus utama.  (ilustrasi)
Foto: Dok Republika.co.id
Untuk mengantisipasi hoaks jelang masa kampanye Pemilu 2024, salah satunya adalah dengan melakukan verifikasi kabar dengan mengecek ke media arus utama. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Dr. Emrus Sihombing membagikan kiat-kiat bagi publik untuk mengenali hoaks jelang masa kampanye Pemilu 2024, salah satunya adalah dengan melakukan verifikasi kabar dengan mengecek ke media arus utama.

Dia menjelaskan, hal tersebut dapat dilakukan dengan memasukkan kata kunci yang terdapat pada pesan atau kabar tersebut ke media-media arus utama, dan melihat hasil-hasil yang ditampilkan. Apabila tidak dimuat, publik perlu meragukan kebenaran pesan tersebut. "Meragukanlah, paling tidak, meragukan informasi itu kalau tidak dimuat di media mainstream, ya," ujar Emrus ketika dihubungi di Jakarta pada Jumat (24/11/2023).

Baca Juga

Selain itu, dia juga mengatakan bahwa publik perlu bersikap kritis pada kabar yang tidak jelas asalnya. "Ketika dikatakan misalnya, 'katanya', kan begitu, pakai 'katanya'. Kan gak jelas, gak kredibel," Emrus mencontohkan.

Dia menilai, publik juga perlu berhati-hati terhadap pesan atau kabar yang hanya sepenggal-sepenggal, meskipun bersumber dari fakta. Menurutnya, apabila terjadi pemenggalan-pemenggalan semacam itu, makna yang ditunjukkan dapat berubah dari makna aslinya. "Ketika dipenggal-penggal, ketika dikombinasikan lagi dengan penggalan lain, nah itu suatu ciri yang perlu kita ragukan," tuturnya.

Konteks sebuah pesan, ujarnya, harus dipahami secara utuh dan menyeluruh.

Selain itu, apabila dari satu akun media sosial yang tidak jelas ada suatu kabar yang bersifat menjatuhkan satu pasangan calon dan mengangkat citra satu pasangan lain, kemudian kabar itu turut dikemukakan oleh sumber-sumber lain yang juga tidak jelas, maka hal tersebut perlu diwaspadai sebagai hoaks dan ujaran kebencian juga.

Menurut Emrus, hoaks, ujaran kebencian, merupakan sebuah sikap tidak terpuji, karena hal itu merupakan sebuah tindakan komunikasi yang dapat merusak berbagai tatanan, seperti nilai, norma, dan moral, bahkan berpotensi merusak persatuan bangsa.

Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) Heri Wiranto mengingatkan masyarakat terkait potensi penyebaran hoaks selama masa kampanye Pemilu 2024 yang akan segera berlangsung.

Dia menjelaskan, pada pengalaman Pemilu 2019 yang lalu, mayoritas konten hoaks pada pemilihan presiden bersifat provokatif. Adapun konten hoaks Pemilu 2019 terdiri dari 45 persen provokasi, 40 persen propaganda, dan sisanya berupa kritik.

"Diprediksi pada pemilu kali ini juga akan semakin meningkat yang dapat menimbulkan kebingungan masyarakat dan dapat memengaruhi jalannya pemilu serta pemilihan yang demokratis, karena bisa berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa," kata Heri di Jakarta pada Selasa (21/11).

Adapun masa kampanye Pemilu dijadwalkan pada 28 November 2023-10 Februari 2024.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement