REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna berharap gencatan senjata kemanusiaan selama empat hari antara Israel dan Hamas dapat diperpanjang. Dia ingin perpanjangan dilakukan hingga Hamas membebaskan semua orang yang mereka sandera, termasuk di dalamnya warga Prancis.
“Kami menuntut pembebasan sandera kami (warga Prancis) dan seluruh sandera. Akan baik, bermanfaat dan perlu jika gencatan senjata diperpanjang hingga mencapai tujuan ini,” kata Colonna dalam sebuah wawancara dengan BFMTV, Ahad (26/11/2023).
Dia mengungkapkan, meski Hamas menyetujui pembebasan 50 sandera sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata, tapi tak ada satu pun warga Prancis di antara mereka yang dibebaskan. “Ada daftar yang dibuat selama negosiasi (gencatan senjata) melalui Qatar, tapi Hamas membuat pilihannya dalam daftar ini,” ujarnya.
Gencatan senjata selama empat hari antara Hamas dan Israel sudah dimulai sejak Jumat (24/11/2023) pekan lalu. Dalam kesepakatan yang tercapai, Hamas setuju untuk membebaskan 50 sandera yang mereka tawan sejak melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023. Sebagai imbalannya, Israel membebaskan 150 warga Palestina yang mendekam di beberapa penjara Israel.
Saat melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, Hamas diyakini menculik lebih dari 240 orang. Mereka terdiri dari warga Israel, warga Israel berkewarganegaraan ganda, dan warga asing. Pada Ahad kemarin, Kepala Staf Umum Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Herzi Halevi mengatakan, pasukannya siap melanjutkan pertempuran dengan Hamas ketika gencatan senjata kemanusiaan di Gaza berakhir.
Halevi mengungkapkan, IDF berhasil menciptakan kerangka gencatan senjata yang di dalamnya mencakup pembebasan 50 sandera oleh Hamas. “Ketika kerangka tersebut selesai, kita akan kembali ke operasi kita dengan tekad, untuk terus membebaskan para sandera dan membubarkan Hamas sepenuhnya,” ujar Halevi dalam sebuah pernyataan kepada para prajurit dan komandan militer Israel, dikutip laman Al Arabiya.
Kepada para prajurit dan komandan militer, Halevi menyampaikan bahwa dia mengetahui ada tantangan kompleks yang harus dihadapi dalam pertempuran, baik di udara maupun darat. “Saya bertemu banyak dari Anda di akhir pertempuran berjam-jam, baik di udara maupun di darat, menghadapi tantangan yang kompleks. Dalam setiap pertemuan, saya melihat terpancar di mata Anda betapa besarnya momen tersebut, semangat juang, dan tekad untuk mencapai semua tujuan perang,” ucapnya.
“Saya mendengar Anda mengatakan kepada saya: ‘Kami ingin berperang sampai kami mengembalikan para sandera’. Jadi kita melakukan hal itu!” kata Halevi menambahkan.
Sejauh ini jumlah warga Gaza yang terbunuh akibat serangan Israel yang dimulai sejak 7 Oktober 2023 telah melampaui 14.500 jiwa. Mereka termasuk 6.000 anak-anak dan 4.000 perempuan. Sementara korban luka mencapai sekitar 33 ribu orang.