Sangat dibutuhkan kondisi yang kondusif, baik dari keamanan dan ketertiban.
REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Puluhan eks narapidana terorisme (napiter) dari Yayasan Ansharul Islam Kota Tasikmalaya menyatakan, deklarasinya untuk ikut menyukseskan pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) 2024. Deklarasi itu disaksikan langsung oleh para petugas Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Tasikmalaya.
Kepala Bakesbangpol Kota Tasikmalaya Ade Hendar mengatakan, pelaksanaan pemilu merupakan momen penting yang sebentar lagi akan dilaksanakan. Dalam pelaksanaan pemilihan, menurut dia, sangat dibutuhkan kondisi yang kondusif, baik dari keamanan dan ketertiban.
"Karena itu, kami beserta KPU, Bawaslu, dan jajaran lain, mengundang para eks napiter yang menyatakan untuk mendukung dan berperan aktif dalam pelaksanaan pemilu," kata dia, Senin (27/11/2023).
Dalam kegiatan itu, sebanyak 31 orang eks napiter melaksanakan deklarasi untuk berperan aktif dalam pelaksanaan pemilu. Deklarasi itu juga dilengkapi dengan penandatanganan surat pernyataan yang perwakilan para eks napiter.
Ade menjelaskan, semua warga negara pada dasarnya memiliki hak untuk melakukan ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan pemilu, termasuk para eks napiter. Namun, para eks napiter itu sudah lama tak menggunakan hak suaranya lantaran selama ini menganggap pemilu sebagai hal yang keliru.
Ade mengatakan, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tasikmalaya dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk memberikan pemahaman kepada para eks napiter terkait cara menggunakan hak suara. Dengan begitu, para eks napiter tersebut dapat dengan mudah menggunakan hak suaranya dalam pelaksanaan pemilu 2024.
"Tadi juga sudah disampaikan cara mereka mengecek sudah terdaftar sebagai pemilih atau belum di TPS masing-masing. Apabila nanti mereka butuh informasi tambahan, KPU dan Bawaslu siap untuk memberikan informasi umum mengenai pemilu," kata dia.
Ketua Yayasan Ansharul Islam Tasikmalaya, Anton Hilman, mengaku selama ini pihaknya menganggap pelaksanaan pemilu merupakan sesuatu yang bersifat syirik. Pandangan itu muncul karena kurangnya literasi.
"Selama ini kami anggap demokrasi adalah kelufuran. Syirik. Kami dulu eksklusif membaca keilmuan agama hanya dari satu sumber," kata dia.
Namun, pandangan itu berangsur memudar ketika Anton dan rekan-rekannya mulai bersosialisasi dengan banyak orang. Pikirannya pun menjadi lebih terbuka.
Karenanya, dia memutuskan, untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan pemilu 2024. Baginya pribadi, pemilu 2024 nanti adalah kali pertama dirinya akan datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk menentukan pilihan.
"Alhamdulillah sekarang saya beserta teman-teman sudah banyak membaca literasi. Keilmuan makin bertambah. Ternyata demokrasi itu tujuan utama NKRI," kata dia.
Anton juga berharap pelaksanaan pemilu 2024 dapat berjalan aman tanpa adanya kericuhan. Ia pun mengajak rekan-rekannya yang masih belum sejalan untuk lebih terbuka.
"Kami juga minta semua tidak melakukan aksi teror atau kekerasan. Kita wujudkan pemilu dengan damai, sehingga demokrasi bisa terwujud dengan baik," ujar dia.
Sementara itu, salah satu eks napiter, Gilang Taufik (36 tahun), mengaku selama ini memiliki pandangan yang berbeda. Menurut dirinya yang dulu, demokrasi dan segala kegiatannya merupakan sesuatu yang salah. Bahkan cenderung ke syirik.
"Dulu kami tidak nyoblos karena kurang ilmu. Kami lebih eksklusif. Mencari ilmu dari orang yang kita inginkan," kata dia.
Namun, kini Gilang beranggapan bahwa pemilu adalah bagian dari demokrasi yang mesti dijalankan. Pasalnya, pemilu adalah hak warga untuk menentukan pemimpin.
"Sekarang kami beranggapan, pemilu harus berjalan dengan lancar. Semua rakyat harus mengerti dan berpartisipasi," kata Gilang, yang baru sekali menggunakan hak suaranya saat pemilu.
Ia pun berharap, kepada teman-teman yang masih eksklusif dan tidak membuka diri, untuk terbuka dan diskusi dengan yang lain. Melalui banyak diskusi itu, menurut dia, sifat eksklusif itu akan hilang dan wawasan makin bertambah.