REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, menyesalkan susunan format debat capres-cawapres Pemilu 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Dalam keterangan pers daring yang dipantau di Jakarta, Sabtu (2/12/2023), Todung juga menilai pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari soal pasangan calon presiden dan wakil presiden harus menghadiri lima kali debat itu merupakan tipu daya.
"Terus terang, menyesalkan pernyataan yang disampaikan oleh Ketua KPU, Saudara Hasyim Asy'ari, yang mengatakan bahwa debat itu tetap diadakan lima kali, tetapi dihadiri oleh kedua paslon capres dan cawapres," kata Todung.
Menurut Todung, merujuk pada Pasal 277 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) dan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu, seharusnya debat peserta pilpres dibagi menjadi dua, yaitu tiga kali debat capres dan dua kali debat cawapres. Namun demikian, kehadiran pasangan capres-cawapres secara bersamaan dalam sesi debat cawapres merupakan akal-akalan KPU.
"Menurut saya, dengan pernyataan ketua KPU yang mengatakan oke, tetap lima kali debat, tetapi capres dan cawapres itu hadir bersamaan, ya, ini menurut saya suatu akal-akalan format yang sedang disiapkan, yang sedang dibuat KPU, dan itu tidak boleh kita terima," kata Todung.
Todung menegaskan KPU tidak bisa mengubah format debat cawapres kecuali peraturan UU Pemilu dan PKPU tentang Kampanye Pemilu juga diubah. "Ketua KPU dan KPU itu tidak berhak untuk mengubah format debat tersebut. Format tersebut tetap mesti tiga kali untuk capres, dua kali untuk cawapres. Kalau ketua KPU dan KPU ingin mengubah itu, ya, dia harus mengubah undang-undangnya," tegasnya.
Dia mengatakan rakyat berhak menilai kemampuan dan kapabilitas ketiga cawapres peserta Pemilu 2024. Menurut Todung, para cawapres juga perlu membuktikan kepada masyarakat mengenai visi, komitmen, kemampuan, dan kesiapan mereka menjadi pemimpin.
"Publik tidak bodoh. Publik itu tahu bahwa cawapres itu bukan semata-mata 'ban serep'. Cawapres itu punya peran yang sangat strategis, penting; apalagi dalam hal presiden itu berhalangan, tidak bisa menjalankan fungsinya," kata Todung.
Dia menambahkan bahwa rakyat juga berhak tahu kecakapan masing-masing cawapres supaya saat memilih tidak seperti "membeli kucing dalam karung".
"Kalau kita tidak memberikan rakyat hak mereka, kita juga nanti akan dihadapkan pada pertanyaan, apakah kita mau memilih kucing dalam karung? Ya, seharusnya kan kita tidak memilih kucing dalam karung. Kita perlu tahu secara transparan, secara total, siapa capres, siapa cawapres, apa visi, apa komitmen, apa kesiapan mereka, dan itu yang harus kita lakukan," ujarnya.