Rabu 06 Dec 2023 09:43 WIB

Emir Qatar Minta Dewan Keamanan PBB Paksa Israel Kembali Berunding Bahas Perang Gaza

Qatar menjadi mediator dalam pembicaraan pembebasan sandera Hamas dengan Israel.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
(Kiri-Kanan) Sekjen PBB Antonio Guterres, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, dan Presiden UEA Mohamed bin Zayed Al Nahyan, berpose saat KTT Iklim COP28, di Dubai, 01 Desember 2023.
Foto: EPA-EFE/MAHMOUD KHALED
(Kiri-Kanan) Sekjen PBB Antonio Guterres, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, dan Presiden UEA Mohamed bin Zayed Al Nahyan, berpose saat KTT Iklim COP28, di Dubai, 01 Desember 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Emir Qatar  Syeikh Tamim bin Hamad al-Thani meminta Dewan Keamanan (DK) PBB untuk memaksa Israel kembali ke meja perundingan mengenai perang di Gaza. Dia mengatakan pada Selasa (5/12/2023), kelambanan komunitas internasional dalam menghentikan konflik tersebut adalah hal yang memalukan.

“Sangat memalukan bagi komunitas internasional untuk membiarkan kejahatan keji ini berlanjut selama hampir dua bulan, di mana pembunuhan sistematis dan disengaja terhadap warga sipil tak berdosa, termasuk perempuan dan anak-anak, terus berlanjut,” kata Syeikh Tamim dalam pidatonya di depan umum.

Baca Juga

Para pemimpin negara-negara Teluk berkumpul di ibu kota Qatar, Doha, untuk menghadiri pertemuan puncak regional. Qatar yang merupakan tempat beberapa pemimpin politik Hamas bermarkas, telah memimpin negosiasi antara kelompok perjuangan Palestina dan Israel.

Pembicaraan tersebut menghasilkan gencatan senjata yang akhirnya berlangsung selama tujuh hari sebelum permusuhan kembali terjadi pada 1 Desember. Selama gencatan senjata, Hamas membebaskan puluhan sandera yang ditahan di Gaza dengan imbalan ratusan tahanan Palestina. Israel juga mengizinkan bantuan kemanusiaan mengalir ke jalur pantai tersebut.

Sheikh Tamim mengatakan, Qatar bekerja sama dengan kedua belah pihak untuk memperbaiki kesepakatan tersebut. Dia juga menegaskan, gencatan senjata sementara tidak bisa menjadi alternatif dari gencatan senjata total di Jalur Gaza.

"Tragedi bisa dihindari jika Israel mengakui hak warga Palestina atas sebuah negara," ujar Sheikh Tamim dikutip dari //Al Arabiyah//.

Menurut Sheikh Tamim, Israel telah melanggar standar kemanusiaan dan moral di wilayah tersebut. Tentara menargetkan infrastruktur yang rapuh serta memutus semua pasokan penting.

Sheikh Tamim pun menegaskan kembali penolakannya untuk menargetkan warga sipil dari semua negara. Dia mengatakan, bahwa prinsip pertahanan diri tidak mengizinkan Israel untuk melakukan kejahatan genosida.

Israel melancarkan serangannya untuk memusnahkan Hamas sebagai pembalasan atas serangan lintas batas pada 7 Oktober. Dalam delapan minggu peperangan, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan, setidaknya 15.899 warga Palestina, 70 persen di antaranya perempuan atau berusia di bawah 18 tahun, telah terbunuh.

Pada November, DK PBB yang beranggotakan 15 negara mengatasi kebuntuan dan menyerukan jeda kemanusiaan yang mendesak dan diperpanjang dalam pertempuran antara Israel dan Hamas. Gencatan senjata ini bisa dilakukan selama jumlah hari yang cukup untuk memungkinkan akses bantuan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement