REPUBLIKA.CO.ID, LABUAN BAJO -- Direktur Utama Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) Ari Respati menjelaskan, dari hasil rakornas pembahasan lima destinasi super prioritas yang dipimpin Menko Marves ad Interim Erick Thohir, ITDC diminta membuat sebuah rancangan konsep.
Rancangan ini mengarahkan Golo Mori menjadi sebuah kawasan ekonomi khusus (KEK) baru, yakni KEK pariwisata. ITDC telah memiliki Golo Mori Convention Center (GMCC) yang diresmikan pada Rabu (6/12/2023) oleh Erick. Kawasan GMCC ini yang kelak jadi KEK baru.
Kenapa KEK? Ari menyatakan ini merujuk pada pengalaman pembentukan KEK lainnya, meski diakuinya belum semua KEK memberikan hasil memuaskan. Contoh suksesnya Mandalika yang berdampak baik secara langsung bagi ekonomi.
‘’Berdasarkan pengalaman itu, kalau KEK dikelola baik maka akan bagus,’’ kata Ari kepada Republika seusai rakornas pembahasan lima destinasi pariwisata super prioritas, di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Rabu (6/12/2023) sore.
Meski demikian, tentu saja menurut Ari setiap KEK tak dikelola dengan strategi yang sama karena tantangan yang dihadapi juga berbeda-beda.
Lalu, apa yang membedakan KEK pariwisata ini dengan yang lain? KEK ini, jelas Ari, harus dibarengi kebutuhan akan carbon player. Jadi, ITDC mengajak Kementerian Lingkungan Hidup juga Perhutani, dengan tujuan kelak sebagian besar pengelolaan kawasan ini bukan hanya untuk resort tetapi juga ada hutan untuk menghasilkan nilai karbon yang bagus.
Saat ini, kawasan GMCC yang dimiliki ITDC cuma 20 hektare. Maka, kata Ari, arahan dari rakornas kalau bisa ITDC mendapatkan seluas-luasnya lahan. ‘’Kalau melihat kawasan Mandalika, luasnya kan sampai 1.000 hektare,’’ katanya.
ITDC mencoba memperluas kawasan ini yang mengarah pada luasan sampai 1.000 hektare. Namun, ia menyatakan tak mungkin pihaknya menggunakan semua kawasan ini sebagai resort, harus juga dilestarikan untuk menjadi lingkungan hutan yang baik.
Dengan demikian, langkah segera yang bakal ditempuh ITDC adalah melakukan kalibrasi. Maksudnya, sebelumnya diputuskan di rakornas, ITDC sudah memiliki masterplan dari 20 hektare miliknya, maka ada kalibrasi setelah ada putusan dari rakornas.
Selain kalibrasi, setahun ke depan ITDC harus bicara dengan swasta karena sebagian besar pemilik lahan. Beda dari Mandalika yang 1.000 hektarenya punya pemerintah.
’Setahun ke depan, kita bukan hanya kalibrasi masterplan juga konsinyering ke para pemilik lahan,’’ jelasnya.
Ari menyatakan, langkah tersebut diiringi pembentukan tim KEK baru yang merumuskan rancangan. Nanti diuji lebih dulu, dikaji, dan membuat forum pembahasan. Langkahnya panjang. Jadi dalam kurun dua tahun ini merupakan proses mengkalibrasi masterplan.
Kedua, Ari menyatakan hal paling penting bagi ITDC yaitu membuka forum komunikasi dengan swasta karena bisa jadi porsi mereka lebih besar. Ketiga, penting juga membangun pembicaraan dengan masyarakat karena selain dimiliki swasta lahan punya masyarakat.
Namun sekarang, ujar dia, tugas paling dekat adalah bagaimana mengelola GMCC yang secara finansial berkelanjutan. ‘’Kita tetap setidak-tidaknya menawarkan jadi convention. Di bawahnya ada resort, dan kita mau cari investor untuk mempercepat resort.’’
Misalnya, ada pembangunan hotel di lokasi terdekat GMCC. Kalau sekarang bingung setelah menggelar meeting di GMCC harus pulang ke bawah. Lain cerita kalau muncul hotel yang dekat dengan GMCC. Juga, dicoba membentuk keselarasan dengan pengusaha kapal pinisi.
Tujuannya, agar GMCC ini menjadi tempat transit mereka. Fasilitas dermaga milik ITDC bisa jadi boarding hub. Intinya, jelas Ari, biaya operasional GMCC harus ditutup dengan pemasukan dari GMCC, sebagai perseroan harus melakukan itu.
Beberapa langkah bisa dilakukan untuk meningkatkan penyelenggaraan event di GMCC. Di antaranya, kata Ari, melakukan strategi branding dengan membangun kemitraan dengan pengelola Labuan Bajo. ’’Marketingnya harus kenceng,’’ katanya.
Sebelumnya, Menko Marves Ad Interim Erick Thohir menginginkan Golo Mori yang ada di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur menjadi kawasan ekonomi khusus (KEK) baru yang menyeluruh.
Maknanya, kata dia, pembangunan kawasan pariwisata Golo Mori mesti memperhatikan lingkungan sekitarnya. Apalagi berada di zona buffer zone konservasi komodo. Menurut dia, tidak bisa pembangunan pariwisata justru memunahkan konservasi alam.
Tak bisa pula, ujar dia, pembangunan wisata tak membawa masyarakat sekitarnya ikut tumbuh.
’’Tadi disampaikan, Golo Mori ini harus menjadi KEK menyeluruh,’’ kata Erick setelah peresmian Golo Mori Convention Center (GMCC) di Labuan Bajo, Rabu (6/12/2023).
Menurut Erick, di kawasan ini ada hutan, masyarakat daerah yang harus dihormati yang menjadi bagian pembangunan.