Rabu 13 Dec 2023 14:41 WIB

Menperin Tegaskan Indonesia tak Alami Deindustrialisasi

Pada kuartal III tahun 2023, memberikan sumbangsih hingga 18,75 persen.

Pengunjung melihat-lihat barang yang dipamerkan dalam Pameran Indo Leather & Footwear Expo 2023 di JlExpo, Kemayoran, Jakarta, Kamis (3/5/2023). Pameran bertaraf internasional dalam bidang sepatu, kulit dan fashion ini bertujuan meningkatkan efisiensi dalam industri manufaktur kulit dan alas kaki dalam membantu pelaku bisnis mengoptimalkan proses produksi, menghasilkan produk kulit berkualitas dan mengenalkan inovasi atau trend fashion kulit saat ini. Pameran yang berlangsung 3-5 agustus 2023 ini diikuti oleh lebih dari 200 peserta baik lokal maupun internasional.
Foto: Republika/Prayogi
Pengunjung melihat-lihat barang yang dipamerkan dalam Pameran Indo Leather & Footwear Expo 2023 di JlExpo, Kemayoran, Jakarta, Kamis (3/5/2023). Pameran bertaraf internasional dalam bidang sepatu, kulit dan fashion ini bertujuan meningkatkan efisiensi dalam industri manufaktur kulit dan alas kaki dalam membantu pelaku bisnis mengoptimalkan proses produksi, menghasilkan produk kulit berkualitas dan mengenalkan inovasi atau trend fashion kulit saat ini. Pameran yang berlangsung 3-5 agustus 2023 ini diikuti oleh lebih dari 200 peserta baik lokal maupun internasional.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa Indonesia tidak sedang mengalami deindustrialisasi, bahkan aktivitas industri manufaktur semakin bergeliat dengan tren positif hingga akhir 2023.

“Secara konsisten, kontribusi sektor industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional masih yang tertinggi. Misalnya, pada kuartal III tahun 2023, memberikan sumbangsih hingga 18,75 persen. Artinya, industri manufaktur masih berperan penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional,” katanya di Jakarta, Rabu (13/12/2023).

Baca Juga

Industri pengolahan juga tercatat tumbuh sebesar 5,20 persen pada kuartal III 2023 (yoy), melampaui pertumbuhan ekonomi yang mencapai 4,94 persen pada periode yang sama.

“Bahkan, jika melihat data investasi di Indonesia, industri manufaktur berkontribusi hingga 40 persen. Selanjutnya, kontribusi industri manufaktur terhadap ekspor nasional mencapai 73 persen,” sebutnya.

Untuk diketahui, deindustrialisasi dapat digambarkan sebagai suatu kondisi dimana industri tidak dapat lagi berperan sebagai basis pendorong utama perekonomian suatu negara atau dengan kata lain kontribusi sektor ini terhadap PDB nasional terus mengalami penurunan.

Menperin menambahkan data lain yang memperkuat bahwa Indonesia sedang mengalami ekspansi dari sektor industri manufakturnya, yakni hasil Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang dirilis oleh Kementerian Perindustrian pada bulan November 2023 menunjukkan angka sebesar 52,43 atau meningkat 1,73 poin dibandingkan Oktober 2023.

Sepanjang IKI dilansir oleh Kemenperin sejak November 2022 lalu, angkanya selalu berada di atas level 50 yang menandakan dalam fase ekspansi.

Capaian positif ini juga sejalan dengan hasil Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang bertahan hingga 27 bulan terakhir berturut-turut berada di atas poin 50 yang juga menandakan bahwa dalam fase ekspansi.

“Capaian ini menjadi rekor bagi kita karena selama 27 bulan berada di tahap ekspansi. Dan, hanya ada dua negara di dunia yang mencatatkan PMI di atas level 50 selama 25 bulan berturut turut, yakni Indonesia dan India. Ini melampaui dari negara-negara industri lainnya seperti China, Jepang, Korea, dan Amerika,” sebut Menperin.

S&P Global melaporkan, PMI Manufaktur Indonesia pada November 2023 menguat ke level 51,7 atau meningkat 0,2 poin dari Oktober 2023 yang berada di posisi 51,5.

“Melalui kinerja yang gemilang ini, tentu kami akan terus berupaya maksimal untuk semakin meningkatkan performa sektor industri manufaktur, termasuk mengembalikan kontribusi terhadap PDB nasional hingga 20 persen,” tutur Menperin.

Kemenperin berkomitmen bersama para pemangku kepentingan terkait lainnya akan mewujudkan Industri nasional yang tangguh dan berkelanjutan. Upaya ini misalnya dengan menerapkan praktik-praktik yang mengusung konsep lingkungan, sosial, tata kelola perusahaan atau environmental, social, governance (ESG).

Pasalnya, langkah tersebut sebagai salah satu faktor kunci dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).

“Dengan mengembangkan kinerja pembangunan berkelanjutan dan memperluas kebijakan ESG, maka akan dapat meningkatkan daya tarik bagi para investor khususnya di sektor industri. Apalagi, tren pertumbuhan positif menunjukkan bahwa industri kita sudah tangguh atau resilience karena mampu untuk menghadapi kesulitan, menahan guncangan, dengan terus beradaptasi,” katanya.

sumber : ANTARA
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement