KALTIMTARA, REPUBLIKA – Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur Jaya Mualimin, menyebut salah satu tantangan penanganan kesehatan jiwa ada pada kesenjangan pengobatan atau treatment gap, yang sangat besar.
“Lebih dari 90 persen,” ungkapnya, dikutip pada Rabu (20/12/2023). Artinya, hanya kurang dari 10 persen pasien gangguan jiwa yang mendapat pengobatan yang tepat.
Menurutnya, kesenjangan ini disebabkan pelbagai faktor, di antaranya, kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan jiwa.
Kemudian adanya stigma negatif terhadap orang dengan gangguan jiwa.
“Berikutnya hambatan dalam akses layanan kesehatan jiwa, terutama di daerah terpencil," ujar Jaya.
Pemerintah Provinsi berkomitmen meningkatkan kualitas dan keterjangkauan layanan kesehatan jiwa di Kaltim. Salah satunya melibatkan pelbagai pihak, seperti rumah sakit jiwa, puskesmas, fasilitas kesehatan lainnya, organisasi masyarakat sipil, dan keluarga pasien.
Pihaknya juga berupaya mengintegrasikan layanan kesehatan jiwa dengan pelayanan kesehatan primer. Diharapkan kasus-kasus ringan dapat ditangani di tingkat pertama, tanpa harus rujuk ke rumah sakit jiwa.
Ia mengungkap kesehatan jiwa perlu mendapatkan perhatian serius, mengingat tingginya prevalensi gangguan mental emosional dan gangguan jiwa berat di kalangan masyarakat.
Menurut data Riskesdas 2018, lanjutnya, sekitar 9,8 persen atau lebih dari 19 juta penduduk Indonesia yang berusia di atas 15 tahun mengalami gejala depresi dan cemas.
“Sedangkan 6,7 per 1000 atau lebih dari 1,7 juta jiwa mengalami gangguan jiwa berat seperti psikotik," paparnya.
Menurut Jaya 14 persen dari kasus psikotik itu mengaku pernah dipasung, baik oleh keluarga maupun masyarakat, karena dianggap berbahaya atau mengganggu. "Masalah kesehatan jiwa ini tidak hanya berdampak kesejahteraan individu, tapi juga aspek sosial,” tegasnya.
Seperti meningkatnya angka kekerasan, bunuh diri, penyalahgunaan narkoba, dan masalah pendidikan, pekerjaan, serta masalah rumah tangga. Yang semua itu dapat mengurangi produktivitas secara signifikan.
Ia berharap dengan penanganan awal dapat mengurangi beban di rumah sakit jiwa dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan.
Jaya juga mengimbau masyarakat agar tidak mengabaikan kesehatan jiwa mereka dan orang-orang di sekitar. Selain itu segera mencari bantuan profesional jika mengalami gejala-gejala gangguan jiwa.
Ditekankannya, kesehatan jiwa bagian dari hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi. “Mari bersama-sama membangun budaya peduli dan dukung kesehatan jiwa di Kalimantan Timur," papar Jaya.
Editor: Aris Darmawan