REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto menyampaikan intensitas hujan sepanjang 2023 menurun akibat fenomena El Nino, pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normalnya di Samudra Pasifik.
"Saat ini, Indonesia dipengaruhi El Nino yang indeksnya moderat 2,19 (positif), dampaknya menyebabkan curah hujan di Indonesia berkurang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," kata Guswanto dalam konferensi pers yang diikuti via daring di Jakarta, Jumat (22/12/2023).
Ia memberikan gambaran curah hujan di Stasiun Meteorologi Juanda-Surabaya biasanya berkisar 2.800-2.900 mm per tahun tetapi pada 2023 sejak Januari sampai awal Desember curah hujannya hanya sekitar 700 mm.
"Kita juga masih memprediksi El Nino akan bertahan hingga Februari-Maret 2024," katanya.
Menurut prakiraan BMKG, awan hujan belum terlihat di Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara karena pengaruh fenomena El Nino. "Hari tanpa hujan kategori ekstrem panjang terjadi di Bali," katanya.
Guswanto menyampaikan saat ini sekitar 42 persen zona musim di Indonesia sudah memasuki musim hujan. Menurut dia, puncak musim hujan diprakirakan terjadi pada Januari-Februari 2024 ketika 55 persen zona musim memasuki musim hujan.
Guswanto mengatakan BMKG dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana bisa menggunakan teknologi modifikasi cuaca untuk menekan dampak cuaca yang merugikan jika diperlukan.
"Kalau kita melihat apa itu teknologi modifikasi cuaca, sebenarnya adalah salah satu bentuk upaya kita untuk memodifikasi cuaca dengan tujuan tertentu agar mendapatkan kondisi cuaca seperti yang diinginkan," katanya.
"Kalau pada saat Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 diprediksi musim hujan, artinya modifikasi cuaca dibutuhkan untuk mengurangi intensitas atau cuaca ekstrem yang terjadi," katanya.