REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Negeri zionis Israel menolak menerbitkan visa kepada anggota staf Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Negara penjajah tersebut beralasan PBB selalu menuding mereka menargetkan warga sipil dan rumah sakit selama perang Gaza berkecamuk sejak 7 Oktober.
‘’Kami akan berhenti bekerja dengan mereka (PBB) yang bekerja sama dengan propaganda organisasi Hamas,’’ kata Menteri Luar Negeri Israel, Eli Cohen, lewat unggahan di X pada Senin (25/12/2023), seperti dikutip dari Aljazeera.
Zionis Israel berjanji tidak akan memperbarui visa seorang anggota staf PBB di negaranya. Negeri penjajah Israel juga akan menolak permintaan visa untuk pegawai PBB lainnya karena tidak senang atas kritikan badan dunia tersebut.
PBB sebenarnya juga mengecam Hamas atas ‘Serangan 7 Oktober’ yang menewaskan 1.200 orang di pihak Israel. Mereka juga berulang kali mendesak Hamas membebaskan para tawanan.
Sementara, para pejabat PBB mengkritik Israel atas tindakannya yang menargetkan daerah pemukiman, sekolah dan rumah sakit. PBB juga mengecam pembatasan pengiriman bantuan selama pengepungan penuh yang diberlakukan di Gaza setelah serangan 7 Oktober.
Sebanyak 100 jurnalis dan 270 personel medis tewas dalam serangan Israel. ‘Tentara Popok’ (IDF, Israel Diapers Force) juga membunuh 134 staf PBB.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah berulang kali menyerukan gencatan senjata. PBB, kelompok bantuan dan kelompok hak asasi manusia telah memperingatkan bahwa warga Palestina kini menghadapi kelaparan.
Guterres menggunakan Pasal 99 Piagam PBB sebagai langkah yang bertujuan untuk secara resmi memperingatkan Dewan Keamanan mengenai ancaman global yang ditimbulkan oleh perang Israel di Gaza. Majelis Umum PBB telah beberapa kali menyetujui gencatan senjata kemanusiaan sejak perang dimulai, namun pemungutan suara di Dewan Keamanan PBB telah diveto dan dihentikan oleh sekutu dekat Israel: Amerika Serikat.