REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) meminta masyarakat mewaspadai potensi banjir lahar dingin yang sering timbul saat musim hujan di wilayah gunung api aktif. Ketua Tim Kerja Gunung Api PVMBG Ahmad Basuki mengingatkan, masyarakat termasuk pekerja tambang pasir agar mewaspadai terjadinya aliran lahar pada sungai-sungai yang berhulu ke puncak gunung dan selalu berkoordinasi dengan pos pengamatan gunung api setempat.
"Gunung api yang saat ini mengalami erupsi abu tentunya mempunyai potensi terjadinya lahar dingin yang lebih tinggi dibandingkan gunung api lainnya," kata Ahmad, Kamis (4/1/2023).
Beberapa gunung api yang berpotensi mengalami banjir lahar dingin, di antaranya Gunung Semeru di Jawa Timur, Gunung Marapi di Sumatra Barat, Gunung Ibu, dan Gunung Dukono di Maluku Utara, serta Gunung Lewotobi Laki-laki dan Gunung Lewotolok di Nusa Tenggara Timur. Lahar merupakan bahaya sekunder dari aktivitas erupsi gunung api yang berupa endapan-endapan material erupsi yang mengisi lembah-lembah yang berhulu di pusat erupsi.
Material tersebut dapat berupa bongkah hingga abu yang apabila tercampur oleh air akan menjadi lumpur. Ada empat faktor dalam pembentukan lahar, yaitu penumpukan material hasil erupsi, air hujan, gravitasi, dan bentuk lembah. Jika keempat faktor itu terpenuhi, maka material yang mengendap di lembah-lembah gunung api bisa turun ke bagian hilir sungai dan menciptakan banjir lahar dingin.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan, angin barat atau Monsun Asia pembawa hujan telah tiba di Indonesia pada awal Januari 2024. Kedatangan Monsun Asia tersebut menjadi penanda musim hujan setelah sebelumnya mundur dari jadwal seharusnya pada November 2023 akibat pengaruh El Nino.
Periset Klimatologi BRIN Erma Yulihastin menuturkan, awal musim hujan tertunda hingga lima dasarian karena pengaruh El Nino. Padahal secara normal angin dari utara atau barat sudah eksis pada November dasarian dua, tetapi Januari dasarian satu baru eksis.