REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kementerian Agama meliris aplikasi Pegon Virtual Keyboard dan Rumah Kitab. Aplikasi tersebut merupakan bentuk transformasi digital di Kemenag dengan harapan khazanah nusantara tetap bertahan.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan digitalisasi huruf pegon merupakan cita-cita lama. Menurutnya huruf pegon merupakan warisan khazanah nusantara. Maka dari itu Gus Yaqut senang atas rilis dua aplikasi tersebut.
"Ini untuk menjaga khazanah nusantara. Konon digunakan para Walisongo untuk berdakwah," ujar Gus Yaqut saat melaunching dua aplikasi tersebut, di Jakarta Concention Center, Jakarta, Sabtu (6/1/2024).
Sebagai alumni pesantren, warisan nusantara tersebut tak ingin hilang ditelan zaman. Perkembangan teknologi harusnya tak membuat huruf pegon tersebur hilang. Justru sebaliknya huruf pegon harus didigitalisasi.
Gus Yaqut mengungkapkan proses rilis aplikasi hurug pegon memakan waktu yang cukup panjang yakni satu tahun. Selama proses tersebut berbagai diskusi dengan beberapa pakar dilakukan. Dan diskusi tersebut membuahkan hasil.
Huruf pegon, lanjut Gus Yaqut, tidak hanya digunakan dalam tradisi nusantara. Tetapi beberapa negara seperti Thailand pun menggunakannya dalam menjalankan dakwahnya. Maka dari itu peranan huruf pegon dalam dakwah sangat luas.
"Saya berharap nanti masyarakat terbiasa menggunakan aksara pegon sehingga aksara ini tetap lestari,” kata Gus Yaqut.
Ketua Umun GP Ansor itu menambahkan bahwa kitab kuning juga perlu didigitalisasi. Menurutnya kitab kuning saat ini tidak lagi harus berbentuk buku atau kertas. Dengan bentuk digital dinilai efisien dan efektif. Apalahi hadirnya huruf pegon dalam bentuk digital keduanya dapat dikombinasikan sehingg dapat memaknai kitab seperti di pesantren dulu namun dengan perangkat elektronik seperti smartphone.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam M Ali Ramdhani berharap kehadiran aplikasi Pegon Virtual Keyboard dan Rumah Kitab dapat membuka horizon baru bagi generasi muda. Ia mengatakan pegon bukan hanya simbol sejarah, tetapi simbol peradaban dan akulturasi budaya Islam dan Nusantara.
Sementara terkait Rumah Kitab, M Ali mengatakan bahwa itu dihadirkan untuk memudahkan akses masyarakat dalam mempelajari Islam melalui kitab-kitab rujukan yang representatif. Melalui aplikasi ini, masyarakat bisa belajar di mana saja, tanpa harus datang ke pesantren.
“Cukup dengan mengunduh aplikasi Rumah Kitab dan mendaftarkan diri, pengguna sudah bisa memilih materi atau kitab apa yang hendak dipelajari. Ada evaluasi dalam setiap bab yang dipelajari, sehingga yang tidak melampaui target yang ditentukan, pelajar belum bisa melanjutkan materi berikutnya,” jelasnya.
Ia mengatakan pengajar di Rumah Kitab tersebut terdiri dari para kiai dan akademisi yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren sehingga memiliki sanad keilmuan yang jelas. Oleh karena itu masyarakat tidak perlu meragukan kapasitas keilmuan pengajar di Rumah Kitab ini.
"Dua aplikasi ini nantinya juga akan diintegrasikan dengan Pusaka Superapps," tuturnya.