Senin 08 Jan 2024 21:30 WIB

Industri Pertanian Ganggu Siklus Nitrogen dan Rusak Bumi, Ini Penjelasan Studi

Dampak dari aktivitas manusia di bumi justru merusak, termasuk industri pertanian.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Lantas, bagaimana pertanian dapat mempengaruhi siklus nitrogen?
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Lantas, bagaimana pertanian dapat mempengaruhi siklus nitrogen?

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Enam dari sembilan elemen planetary boundaries kini telah terlampaui, dan industri pertanian adalah penyebab utamanya. Hal ini diungkap oleh sebuah studi yang dipimpin oleh Direktur Postdam Institute for Climate Impact Research, Johan Rockström.

Rockstrom menjelaskan bahwa planetary boundaries adalah kerangka kerja untuk menggambarkan batas-batas dampak aktivitas manusia terhadap sistem bumi. Kerangka kerja ini didasarkan pada bukti Ilmiah bahwa tindakan manusia, terutama masyarakat industri setelah Revolusi Industri, telah menjadi pendorong utama perubahan lingkungan global. Dan menurut kerangka kerja tersebut, melebihi satu atau lebih planetary boundaries dapat merusak atau bahkan menimbulkan bencana.

Baca Juga

Gagasan tentang melampaui batas ini jelas terlihat pada batas yang paling terkenal yakni perubahan iklim. Untuk membatasi pemanasan global sebesar 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, manusia perlu menjaga proporsi karbondioksida (CO2) di atmosfer tertentu. Namun dalam kasus batas planet untuk nitrogen, melampaui ambang batas tersebut adalah hal yang berbeda, yaitu karena industrialisasi pertanianlah yang sebagian besar bertanggung jawab atas pelanggaran batas tersebut.

Lantas, bagaimana pertanian dapat mempengaruhi siklus nitrogen? Dalam sistem pertanian, kata Rockstrom, siklus nitrogen bersifat terbuka secara struktural.

Setiap kali tanaman dipanen, nitrogen yang terkandung di dalamnya terbawa jauh dari tanah asalnya. Jadi, untuk menghindari penipisan tanah, nitrogen yang diambil dari tanah baik melalui pemanenan atau perusakan lingkungan harus dimasukkan kembali ke dalam tanah dengan satu atau lain cara. Itulah tujuan pemupukan, menurut Rockstrom.

Ada banyak metode pemupukan, menurut Rockstrom. Limbah hewan dan manusia yang telah memakan tanaman dapat disebarkan sebagai pupuk, di mana itu adalah proses paling alami untuk menjaga siklus nitrogen tetap tertutup. Namun hal ini akan sulit dilakukan jika tempat tanaman dimakan berada jauh dari budi dayanya. Tetapi kotoran ternak yang digembalakan di padang rumput semi-alami dapat disebarkan ke lahan subur di sekitarnya. Proses ini memindahkan kesuburan padang rumput tersebut ke lahan subur di sekitarnya.

“Memang benar, metode ini merupakan dasar dari sistem tradisional polikultur dan peternakan. Cara lain untuk menyediakan nitrogen pada serealia adalah rotasi tanaman: menanam serealia secara bergantian dengan tanaman polongan di lahan yang sama. Dengan metode ini, nitrogen difiksasi oleh tanaman polongan yang tumbuh di lahan tersebut sebelum tanaman serealia,” ungkap Rockstrom seperti dilansir Phys, Senin (8/1/2024).

Ditambah lagi dengan pupuk industri yang telah ada selama lebih dari satu abad. Sesaat sebelum Perang Dunia Pertama, ahli kimia Jerman Fritz Haber dan Carl Bosch mengembangkan proses untuk memproduksi amonia (NH3) dan asam nitrat dengan menggunakan suhu dan tekanan tinggi untuk memaksa reaksi antara nitrogen dari udara dan hidrogen dari batu bara. Itu dulu, tapi sekarang dari gas alam.

Proses ini pertama kali digunakan untuk membuat bahan peledak, tapi kemudian digunakan untuk memproduksi pupuk nitrogen sintetis secara massal. Pupuk baru ini semakin menjadi pilihan utama untuk menyuburkan tanah pertanian, dan dengan cepat membuat polikultur tradisional dan peternakan menjadi usang dan membuka jalan menuju pertanian intensif dan terspesialisasi, yang selanjutnya digabungkan dengan industri kimia berat.

“Dan saat ini, dalam skala global, jumlah nitrogen reaktif yang dimasukkan oleh industri pupuk ke dalam biosfer setiap tahunnya melebihi jumlah yang disediakan oleh seluruh proses alami fiksasi biologis. Dalam skala global, kecepatan sirkulasi nitrogen meningkat lebih dari dua kali lipat,” jelas Rockstrom.

Memang benar, semakin banyak pupuk nitrogen yang digunakan untuk meningkatkan hasil panen, semakin sedikit efektivitas nitrogen yang ditambahkan dan semakin besar kerugian akibat leaching dan volatilisasi. Apa yang kita sebut dengan surplus nitrogen adalah kelebihan nitrogen yang dimasukkan ke dalam tanah dibandingkan dengan jumlah nitrogen yang diserap melalui panen.

Kelebihan inilah yang mencemari air tanah, membuatnya tidak dapat diminum, dan air sungai yang menyebabkan eutrofikasi perairan pesisir—penyebab pasang surut air laut, pertumbuhan ganggang beracun, dan anoksia di laut dalam. Dan kelebihan inilah yang melepaskan amonia ke atmosfer sehingga menciptakan aerosol dengan efek serius pada kesehatan manusia.

Itulah sebabnya tim Rockström mengevaluasi surplus nitrogen pertanian ketika menentukan planetary boundaries yang tidak lagi menjamin kondisi kehidupan manusia di Bumi. Batas atas surplus ini, yang ditentukan untuk melindungi air dan udara secara lokal, sangat bervariasi antarwilayah di dunia, namun dalam skala global diperkirakan mencapai 60 juta ton nitrogen, berbeda dengan nitrogen saat ini yang mencapai sekitar 130 TgN/tahun.

Lantas bisakah kita mengurangi pertanian intensif secara wajar tanpa membahayakan ketahanan pangan? Banyak penelitian mengatakan bisa. Namun itu bisa terwujud jika melakukan tiga perubahan struktural besar pada sistem pertanian.

Perubahan pertama adalah dengan menggunakan secara luas sistem tanaman yang telah terbukti bermanfaat dalam pertanian organik. Kedua, dengan menghubungkan kembali tanaman dengan peternakan, di mana hewan ternak hanya diberi makan pakan ternak lokal. Lalu, perubahan ketiga, terkait dengan pola makan di mana daging dan produk susu perlu dikurangi hingga 30 persen dari total asupan protein manusia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement