REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Lima orang ditetapkan sebagai tersangka kasus penembakan Muarah (50 tahun), tokoh masyarakat Sampang yang juga relawan Prabowo-Gibran. Salah satu tersangkanya merupakan kepala desa (kades) berinisial MW.
Kasus penembakan itu dilaporkan terjadi di wilayah Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur (Jatim), pada 22 Desember 2023. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jatim Kombes Pol Totok Suharyanto mengatakan, selain MW, tersangka lainnya berinisial AR, H, S, dan HH.
“Kita telah menetapkan lima tersangka. Pertama, MW, pekerjaan kepala desa. Perannya adalah yang melakukan perencanaan, sekaligus memerintahkan tersangka H untuk mencari orang dan mengawasi pergerakan korban,” kata Totok di Markas Polda Jatim, Surabaya, Kamis (11/1/2024).
Menurut Totok, tersangka H menugaskan tersangka S untuk mengawasi dan memantau kegiatan korban sehari-hari sebelum dilakukan penembakan. Tersangka H disebut memberikan satu unit ponsel kepada S untuk melaporkan hasil pantauannya
Adapun tersangka AR berperan sebagai eksekutor penembakan itu. “Yang bersangkutan juga pemilik dua senjata api, yang salah satunya digunakan melakukan penembakan terhadap korban pada saat peristiwa,” kata Totok.
Sementara tersangka HH berperan sebagai joki atau pembawa kendaraan saat AR melakukan penembakan terhadap korban. Sebelum penembakan itu, menurut Totok, tersangka HH diajak AR melakukan survei selama kurang lebih enam hari.
Korban Muarah dikabarkan mendapat dua luka tembak di bagian perut atau pinggang. Korban lantas menjalani perawatan intensif di RSUD dr Soetomo, Surabaya.
Terkait kasus itu, polisi mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain satu senjata api jenis revolver kaliber 38 merek S&W, satu buah senjata api jenis pistol merek Colt kaliber 9 mm, dua selongsong amunisi revolver, 15 butir amunisi revolver, 20 butir amunisi FN, satu unit motor, dan uang sekitar Rp 850 juta.
Polisi menjerat tersangka dengan Pasal 353 Ayat 2 subsider Pasal 351 Ayat 2 KUHP juncto Pasal 55, Pasal 56 KUHP atau Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. “Ancaman hukumannya yang Pasal 353 itu tujuh tahun dan Pasal 351, yaitu lima tahun,” kata Totok.