REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Tuntunan menjadi pemimpin yang adil dan amanah di dalam Islam telah diisyaratkan Alquran. Makna pemimpin pun lingkupnya sangat luas, bisa yang bersifatnya domestik (rumah tangga) hingga ke taraf negara.
Allah SWT berfirman dalam Alquran Surat An Nisa ayat 58, "Innallāha ya'murukum an tu'addul-amānāti ilā ahlihā, wa iżā ḥakamtum bainan-nāsi an taḥkumū bil-‘adl(i), innallāha ni‘immā ya‘iẓukum bih(ī), innallāha kāna samī‘am baṣīrā(n)."
Yang artinya, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."
Dalam tafsir Kementerian Agama dijelaskan, dua ayat terakhir dijelaskan kesudahan dari dua kelompok mukmin dan kafir, yakni tentang kenikmatan dan siksaan, maka sekarang Alquran mengajarkan suatu tuntunan hidup yakni tentang amanah.
Sungguh, Allah Yang Mahaagung menyuruhmu menyampaikan amanah secara sempurna dan tepat waktu kepada yang berhak menerimanya, dan Allah juga menyuruh apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia yang berselisih hendaknya kamu menetapkannya dengan keputusan yang adil.
Sungguh, Allah yang telah memerintahkan agar memegang teguh amanah serta menyuruh berlaku adil adalah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah adalah Tuhan Yang Maha Mendengar, Maha Melihat.
Ayat ini memerintahkan agar menyampaikan “amanah" kepada yang berhak. Pengertian “amanah” dalam ayat ini, ialah sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kata “amanah” dengan pengertian ini sangat luas, meliputi “amanah” Allah kepada hamba-Nya, amanah seseorang kepada sesamanya dan terhadap dirinya sendiri.
Amanah Allah terhadap hamba-Nya yang harus dilaksanakan antara lain: melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Semua nikmat Allah berupa apa saja hendaklah dimanfaatkan manusia untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada-Nya.
Amanah seseorang terhadap sesamanya yang harus dilaksanakan antara lain: mengembalikan titipan kepada yang punya dengan tidak kurang suatu apa pun, tidak menipunya, memelihara rahasia dan lain sebagainya dan termasuk juga di dalamnya ialah:
a. Sifat adil penguasa terhadap rakyat dalam bidang apa pun dengan tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lain di dalam pelaksanaan hukum, sekalipun terhadap keluarga dan anak sendiri.
Dalam hal ini cukuplah Nabi Muhammad SAW menjadi contoh. Di dalam satu pernyataannya beliau bersabda, "Andai kata Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya saya potong tangannya.”
b. Sifat adil ulama (yaitu orang yang berilmu pengetahuan) terhadap orang awam, seperti menanamkan ke dalam hati mereka akidah yang benar, membimbingnya kepada amal yang bermanfaat baginya di dunia dan di akhirat, memberikan pendidikan yang baik, menganjurkan usaha yang halal, memberikan nasihat-nasihat yang menambah kuat imannya, menyelamatkan dari perbuatan dosa dan maksiat, membangkitkan semangat untuk berbuat baik dan melakukan kebajikan, mengeluarkan fatwa yang berguna dan bermanfaat di dalam melaksanakan syariat dan ketentuan Allah.
c. Sifat adil seorang suami terhadap istrinya, begitu pun sebaliknya, seperti melaksanakan kewajiban masing-masing terhadap yang lain, tidak membeberkan rahasia pihak yang lain, terutama rahasia khusus antara keduanya yang tidak baik diketahui orang lain. Amanat seseorang terhadap dirinya sendiri; seperti berbuat sesuatu yang menguntungkan dan bermanfaat bagi dirinya dalam soal dunia dan agamanya.
Janganlah ia membuat hal-hal yang membahayakannya di dunia dan akhirat, dan lain sebagainya. Ajaran yang sangat baik ini yaitu melaksanakan amanah dan hukum dengan seadil-adilnya, jangan sekali-kali diabaikan, tetapi hendaklah diindahkan, diperhatikan dan diterapkan dalam hidup dan kehidupan kita, untuk dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.