REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Cerita pilu di dunia pendidikan seakan tak pernah habis. Beragamm kisahnya, salah satunya adalah kebijakan yang tak berpihak pada peserta didik.
Dewi Said, orang tua dari Abiyu Almas Muhammad yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa Perhotelan Angkatan 2023 di Universitas Binus Bekasi menyesalkan pelayanan manajemen kampus tersebut.
Pasalnya Abiyu Almas yang memiliki Nomor Induk Mahasiswa 27023937 mendapat perlakuan kasar berupa pengusiran dari dalam kelas manakala hendak mengikuti Ujian Akhir Semester ( UAS) di kampusnya itu.
"Sebegitu kelamkah dunia pendidikan kita saat ini? Di saat saya berjuang dengan kemampuan yang terbatas di kampus yang memang diimpikan anak saya, kemudian karena ada keterlambatan kekurangan sisa pembayaran uang pangkal bangunan. anak Saya harus mendapatkan perlakuan diskriminasi dan sangat jauh dari kemanusiaan," keluh Dewi Said
Dia sangat kecewa atas perlakuan Binus Bekasi seakan hanya memikirkan bisnis. " Kekurangan dan keterlambatan pembayaran dari saya tidak akan meurntuhkan Gedung BINUS .Padahal sebagai orang tua,saya kooperatif mendatangi kampus beberapa kali memohon kebijaksanaan," ujarnya dalam keterangan pers, Kamis (18/1/2024)
Lebih lanjut, Dewi Said yang bekerja sebagai wirausaha memaparkan kronologi singkat kejadian anaknya diusir Binus tersebut.
Pada Kamis, 11 Januari 2024 ia dipanggil BINUS untuk menyelesaikan kekurangan biaya uang pangkal pembangunan yang sudah ia bayar lebih dari setengahnya . Karena sedang bertugas di Surabaya ia memutuskan pulang dan meminta jadwal ke kampus BINUS pada Jumat, 12 Januari 2024.
Manakala ke kantor kampus BINUS, ia menyampaikan memiliki tagihan berupa pembayaran cek senilai Rp 750 juta dengan terlambat pembayaran dan baru akan pembayaran di akhir bulan Januari paling telat 5 Februari 2024.
Dewi Said menunjukkan bukti cek pembayaran dari pihak ke tiga tersebut ke pihak manajemen Binus. Dengan harapan dapat melakukan negosiasi untuk dapat diberikan waktu pembayaran yang mundur sesuai dengan kemunduran pembayaran dari Pihak Ketiga tadi.
Dewi pun memohon maaf atas kekurangan dan memohon agar anaknya diberikan kesempatan mengikuti UAD pada Senin tanggal 16 Januari 2024. Dengan jaminan yang ia berikan berupa Cek sesuai nilai kewajibannya dan menyampaikan bahwa ia siap mendapatkan denda tambahan atas biaya keterlambatan tersebut.
Tetapi bagian keuangan Binus, kata dia, selalu mengatakan bahwa Peraturan BINUS tidak memperkenankan siapapun yang belum melunasi seluruh uang pangkal bangunan dan lain lain untuk mengikuti ujian.
Kemudian Dewi Said menjelaskan pula Abiyu sebelumnya anak berkebutuhan Khusus yang sudah ia terapi sepuluh tahun lalu dan sudah mulai menjadi anak yang bisa masuk ke lingkungan.
"Saya jelaskan jika saya menyampaikan bahwa anak tersebut ditolak karena kewajiban orang tua hal ini akan menjadikan dia sangat down. Karena saya tau persis situasi dan kondisi anak saya. Dan saya meminta kepada Universitas untuk tidak menyampaikan urusan orang tua berupa kewajiban melakukan pembayaran kepada anak saya," imbuh Dewi Said
Berikutnya, pada 16 Januari 2024 ,ia bersama Abiyu ke kampus dengan harapan bisa bernegoisasi ulang dengan Binus sehingga Abiyu dapat kesempatan mengikuti UAS dulu .
Sesampai di kampus ia menitip pesan pada bagian Keuangan Binus seraya meminta dapat bertemu dengan Direktur Binus Bekasi juga memohon Abiyu tidak diperlakukan diskriminatif karena tidak ada hubungannya dengan kekurangan kewajiban ia sebagai orang tua.
Dengan menangis ia memohon pengertian pihak Binus dan bersedia di denda dua kali lipat dari kekurangan biaya uang pangkal.Asalkan anaknya dapat mengikuti UAS karena Abiyu sudah ada dalam kelas bersemangat ikut UAS.
"Tetapi usaha saya sekali lagi sia sia. Dengan menjelaskan kondisi anak saya dan permohonan saya sebagai orang tua ternyata BINUS bergeming, tetap mengeluarkan anak saya dari kelas di depan teman-temannya dikarenakan belum melakukan pelunasan pembayaran.
Anak Saya sangat down dan sangat terpukul karena merasa diperlakukan tidak baik di depan teman temannya," ungkap Dewi Said dengan nada kecewa.
Untuk itu, ia memohon perhatian atas perlakuan kampus kepada anaknya itu.Ia memohon kepada Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim beserta jajaran Dikti dapat melakukan tindakan mengubah wajah pendidikan Indonesia tidak sekejam ini.
Sementara di Amerika Serikat sudah ada program No Children Left Behind pada 2002. Dimana semua anak Amerika memiliki hak dan akses yang sama untuk mendapatkan Pendidikan sampai ke jenjang Pendidikan tinggi. DI Indonesia tercinta ini kejadian yang sangat menyedihkan .
" Atas perhatian Bapak Menteri saya ucapkan terima kasih. Saya sangat berduka dan terluka mendapatkan anak saya mengalami perlakuan yang tidak manusiawi tersebut, " kata dia. Sementara itu, belum ada konfirmasi resmi dari pihak kampus terkait pemberitaan ini.