REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gaslighting dapat terjadi dalam hubungan apa pun yang mengandung kepercayaan atau ketergantungan. Salah satunya hubungan antara orang tua dan anak, yang terkadang dapat muncul masalah.
Gaslighting merupakan tindakan manipulatif yang dilakukan untuk membuat orang lain meragukan atau mempertanyakan pikiran mereka. Seorang terapis yang berbasis di New York, Audrey Jaynes, mengatakan ada beberapa cara orang tua menabur asal mula keraguan atau kebingungan dalam hubungan dengan anak-anak mereka. Dalam banyak kasus, hal ini membantu orang tua mempertahankan perasaan kekuasaan yang tidak proporsional karena dinamika-dinamika tersebut secara alami bergeser ke arah sesuatu yang lebih adil.
Dilansir Best Life, Selasa (30/1/2024), ada empat tanda paling umum orang tua sedang melakukan gaslighting kepada anak:
1. Orang tua menulis ulang aspek masa kecil anak
Jaynes mengatakan, jika orang tua secara konsisten menulis aspek penting dari sejarah anak yang sebenarnya anak ingat dengan jelas, ini bisa menjadi tanda mereka sedang melakukan gaslighting.
“Jika orang tua mengabaikan ingatan-ingatan anaknya, hal ini bisa menjadi sebuah bentuk kemarahan, hal ini mengenyampingkan pengalaman mereka dan dapat merusak kepercayaan,” ujar Jaynes.
Dia mengatakan, orang tua mempunyai tanggung jawab tertentu untuk mencoba melihat masa lalu dari sudut pandang anak, selain dari sudut pandang mereka sendiri. “Kedua belah pihak dapat mencoba mengatakan, ‘Saya tidak mengingatnya seperti itu. Saya ingin memahami bagaimana Anda mengingatnya',” kata dia.
2. Mengabaikan perasaan anak
Jaynes mengatakan jika orang tua sering mengabaikan perasaan anak atau mengaku memahami perasaan anak lebih baik daripada si anak sendiri, ini bisa menjadi tanda lain dari gaslighting. Salah satu contoh umum dari hal ini adalah ketika orang tua mengatakan, “Saya turut prihatin karena kamu merasa seperti itu” alih-alih mengambil tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka.
Jaynes mengatakan, mencoba memahami inti kebenaran dari sudut pandang orang lain atau validitas emosi mereka bisa menjadi hal yang sangat bermanfaat. “Alternatifnya adalah bersikap defensif, yang hanya akan memperdalam ketidakpercayaan,” ujarnya.
Namun, dia mencatat bahwa ini tidak berarti menyembunyikan perbedaan perspektif Anda. “Anda bisa berkata, ‘Maaf saya tidak melihatnya seperti itu, tetapi saya ingin memahami dari mana pendapat Anda. Ceritakan lebih banyak lagi,” katanya.
3. Menyangkal ketakutan anak yang sebenarnya
Jaynes mengatakan dalam upaya melindungi anak-anak dari kenyataan pahit, banyak orang tua menyangkal atau mengabaikan ketika anak-anak mengungkapkan ketakutan mereka terhadap keadaan dunia. “Orang tua sangat ingin anak merasa aman namun jangan mengabaikan pengalaman-pengalaman nyata dan perspektif anak,” ujar Jaynes.
Ketika orang tua memvalidasi ketakutan anak-anak mereka terhadap topik-topik dewasa, misalnya, kekerasan atau perubahan iklim, hal ini dapat membangun kepercayaan dan hubungan, membuat mereka tidak merasa sendirian dengan kekhawatirannya.
4. Menganggap batasan anak sebagai pelanggaran pribadi
Batasan merupakan hal yang penting dalam hubungan orang tua-anak. Namun, kegagalan dalam menaati batasan bukan berarti, dalam dan dari dirinya sendiri, gaslighting.
Hal ini menjadi gaslighting ketika salah satu kedua orang tua menafsirkan suatu batasan sebagai pelanggaran pribadi, yang pada dasarnya membuat seolah-olah anak yang memiliki batasan tersebut telah melewati batasannya sendiri. Jaynes mengatakan hal ini menjadi semakin sulit untuk diperbaiki setelah anak tersebut dewasa.
“Jika seorang anak dewasa menetapkan batasan karena ada sesuatu yang tidak beres bagi mereka, penting untuk mengakuinya dan melakukan yang terbaik untuk tidak tersinggung,” ujar Jaynes.