REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof Dadang Kahmad turut prihatin terhadap mahasiswa asal Gaza, Mohammed Adham Matar yang ditangkap oleh Israel. Saat ini, Syekh Matar masih berstatus sebagai mahasiswa program studi doktoral (S3) di UIN Bandung.
“Untuk kasus Syekh Matar juga kita hanya bisa prihatin dan bersedih serta berdoa untuk keselamatanya karena ditawan Israel,” ujar Prof Dadang saaat dihubungi Republika.co.id, Rabu (7/2/2024).
Mantan Direktur Program Pascasarjana UIN Bandung ini juga mengaku selalu sedih jika mendengar warga Gaza yang selalu dibunuh oleh tentara Israel. Dia pun menegaskan bahwa tentara Israel bukanlah seorang manusia lagi.
“Kalau sudah berkaitan dengan Gaza sangat menyedihkan. Israel sudah bukan manusia lagi karena sudah hilang prikemanusiaannya, membunuh orang puluhan ribu tanpa merasa bersalah dan seruan dan usaha apapun tidak dihiraukan,” kata salah satu Ketua PP Muhammadiyah ini.
Sebelumnya diberitakan, Mohammed Adham Matar seharusnya bisa melanjutkan program doktoralnya di Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Sayangnya, ia harus pulang ke kampung halamannya di Gaza untuk bertemu keluarganya.
Tak lama setelah pulang ke Gaza terjadilah agresi Israel pada 7 Oktober 2023 lalu. Dia pun akhirnya menjadi relawan dan banyak membantu rakyat Gaza yang menjadi korban serangan Israel. Ia pun tdak bisa segera pulang ke Indonesia untuk melanjutkan studinya.
Belum lama ini, teman seangkatannya di Pascasarjana UIN Bandung, Budiman Firmansyah tiba-tiba menerima kabar menyedihkan. Syekh Matarn telah ditangkap oleh Israel saat menjadi relawan di salah satu rumah sakit di Gaza.
"Kabar terbaru hari Sabtu saya WA dan tanya kabar beliau. Tapi tidak balas-balas. Ternyata kata istrinya beliau dipenjara di Israel, terus ngirim foto-fotonya ke saya," ujar Budiman saat dikonfirmasi Republika, Selasa (6/2/2024).
Teman Syekh Matar lainnya, Wahyu Aji mengatakan, beberapa saat sebelum genosida terjadi di kampung halamannya, Syekh Matar pulang untuk keluarganya di Gaza. Sehingga, Syekh Matar tidak bisa mengikuti satu semester.
Pada awal kepulangannya ke Gaza, menurut Wahyu, Syekh Matar masih sempat berkomunikasi dengan teman-temannya di Bandung, termasuk ketika ia beperan sebagai perawat di rumah sakit.
"Ketika perang meletus, ia menjadi relawan sebagai perawat di rumah sakit. Ia rajin menyampaikan apa yang ia lakukan dan lihat selama menjadi perawat di sosial medianya," kata Wahyu yang juga merupakan mahasiswa program studi doctoral di Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Itulah satu-satunya cara Syekh Matar ikut memberi tahu dunia, terutama kepada teman-temannya di Indonesia, tentang apa yang sedang terjadi di Gaza.
"Ia memposting aktifitasnya dalam bahasa Indonesia agar dimengerti oleh teman-teman di sini. Sampai akhirnya kami terima kabar tersebut (kabar Syekh Matar ditangkap Israel)," kata Wahyu.