Jumat 09 Feb 2024 22:58 WIB

'Tuk Panjang', Tradisi Unik Kota Semarang Menyambut Imlek

Ada tradisi menyambut Imlek di Semarang yang unik yaitu 'tuk panjang'.

Red: Qommarria Rostanti
Hiasan pernak-pernik perayaan Imlek (ilustrasi). Ada tradisi menyambut Imlek di Semarang yang unik yaitu tuk panjang yang menjadi prosesi rutin.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Hiasan pernak-pernik perayaan Imlek (ilustrasi). Ada tradisi menyambut Imlek di Semarang yang unik yaitu tuk panjang yang menjadi prosesi rutin.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Tradisi perayaan Imlek di Kota Semarang dinilai sarat dengan akulturasi budaya sebagai simbol toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Kepala Disbudpar Kota Semarang Wing Wiyarso mengatakan, ada tradisi menyambut Imlek di Semarang yang unik yaitu "tuk panjang" yang menjadi prosesi rutin.

"Tuk panjang" adalah sebuah tradisi meja panjang yang di atasnya disediakan berbagai hidangan dan nantinya akan dimakan secara bersama-sama yang kembali dihadirkan pada Imlek 2575. Berbagai hidangan disuguhkan dalam acara tersebut, seperti kue keranjang kukus santan, nasi hainan, tujuh macam sayur hijau yang masing-masing punya lambang dan harapan baik.

Baca Juga

Serta, berbagai menu lain seperti lumpia, dan aneka makanan sebagai wujud akulturasi budaya yang ditata di atas meja sepanjang 200 meter untuk dimakan bersama-sama masyarakat keturunan China, perwakilan tokoh agama, dan masyarakat. Wing menyebutkan bahwa "tuk panjang" selalu hadir menyambut perayaan Imlek di Semarang dan selalu berlangsung meriah, dan pada Imlek tahun ini telah digelar pada Kamis (8/2/2024) malam di kawasan Pecinan.

Menurut dia, akulturasi budaya yang tergambar dalam tradisi "tuk panjang" menyambut Imlek sebenarnya melekat bagi masyarakat dan menjadi kekuatan, termasuk untuk pariwisata dan lainnya. "Ini ada filosofinya, makan bersama yang mewujudkan kerukunan umat beragama karena ada berbagai macam etnis yang ikut memeriahkan. Akulturasi budaya, harapannya menjadi semangat menjaga toleransi di kota ini," katanya.

Ketua Komunitas Pecinan Semarang Untuk Pariwisata (Kopi Semawis) Haryanto Halim menjelaskan bahwa tradisi "tuk panjang" coba diangkat ke jalan guna wujudkan keharmonisan dan kerukunan antarumat beragama. "Tradisi ini (tuk panjang, red.) biasanya dilakukan orang Tionghoa di rumah orang paling tua, karena keluarga yang datang banyak, akhirnya banyak meja yang disusun memanjang," katanya.

Dengan dihadirkan di jalanan, tidak hanya masyarakat China yang menikmati, tetapi juga warga sekitar, tokoh agama, tokoh masyarakat juga diajak duduk dan makan bersama menyambut Imlek.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement