REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Agama Islam mengajarkan untuk memilih pasangan yang baik, di antara yang harus jadi pertimbangan bagi wanita dalam memilih pasangan adalah agama dan akhlaknya. Jika wanita sudah menjadi janda dan memiliki anak, sebaiknya pilih calon suami yang memiliki jiwa pemimpin dan baik agama serta akhlaknya.
Pegiat Perempuan Cinta Keluarga (Percik) dan Komunitas Baca Bareng, Ustazah Amalina Rakhmani Syadid menyampaikan, jika ada seseorang janda atau duda yang membawa anak tentu pertimbangan untuk memilih pasangannya harus melihat kesiapan calon pasangannya untuk menerima anak tiri. Jika tidak siap menerima anak tiri, akan ada sikap pengabaian saat telah menjadi pasangan suami atau istri. Tentu ini bisa berdampak pada tumbuh kembang sang anak.
"Bagi perempuan termasuk janda maka pilihlah laki-laki yang memiliki jiwa kepemimpinan yang baik, sebagaimana ayat Ar-Rijali Qawwamuna Alannisa (Surat An-Nisa Ayat 34)," kata Ustazah Amalina kepada Republika, Sabtu (10/2/2024).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
Ar-rijālu qawwāmūna ‘alan-nisā'i bimā faḍḍalallāhu ba‘ḍahum ‘alā ba‘ḍiw wa bimā anfaqū min amwālihim, faṣ-ṣāliḥātu qānitātun ḥāfiẓātul lil-gaibi bimā ḥafiẓallāh(u), wal-lātī takhāfūna nusyūzahunna fa ‘iẓūhunna wahjurūhunna fil-maḍāji‘i waḍribūhunn(a), fa in aṭa‘nakum falā tabgū ‘alaihinna sabīlā(n), innallāha kāna ‘aliyyan kabīrā(n).
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka . . . . (QS An-Nisa Ayat 34)
Ustazah Amalina mengatakan, pemimpin dalam ayat di atas jangan disalahpahami sebagai sosok yang diktator atau kejam. Dalam Islam prinsip kepemimpinan laki-laki dalam keluarga harus mengandalkan dua unsur yaitu agama dan akhlak, sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
"Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar." (HR Imam At-Tirmidzi)
Dalam hadits di atas, Ustazah Amalina menjelaskan, agama dan akhlak disebutkan berbarengan, artinya standar akhlak atau etika adalah agama. Jika agama seseorang baik maka akhlak juga baik.
Ini sangat penting sebagai gambaran bagaimana sikap calon pasangan kepada anak tiri maupun pasangan. Kepemimpinannya dalam keluarga harus dipahami sebagai tanggung jawab kepada Allah SWT.
"Lalu untuk laki-laki termasuk duda, pilihlah wanita yang lembut, dalam sebuah hadits disebut al-wadud, yaitu wanita yang sikap dan lisannya tidak kasar. Ini penting sekali untuk mendidik dan merawat anak," ujar Ustazah Amalina yang juga guru agama Islam.
Ustazah Amalina juga menyampaikan hadits terkait istri yang baik dan istri yang jelek, sebagaimana diriwayatkan Imam al-Baihaqi.
خَيْرُ نِسَائِكُمُ الوَدُودُ الوَلُودُ ، المُوَاسِيَةُ ، المُوَاتِيَةُ ، إذَا اتَّقَيْنَ اللهَ، وَشَرُّ نِسَائِكُمُ المُتَبَرِّجَاتُ المُتَخَيِّلاَتُ وَهُنَّ المُنَافِقَاتُ ، لاَ يَدْخُلْنَ الجَنَّةَ إلاَّ مِثْلَ الغُرَابِ الأعْصَمِ
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sebaik-baik istri kalian adalah yang penyayang, subur (banyak anak), mendukung suami lagi penurut, bila mereka bertakwa kepada Allah. Sejelek-jelek istri kalian adalah wanita yang suka bertabarruj (bersolek) dan sombong, mereka itu adalah wanita-wanita munafik, mereka tidak akan masuk surga kecuali seperti ghurob al-a’shom (sejenis burung gagak yang langka)." (HR Imam al-Baihaqi)