REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Hasil hitung cepat atau quick count Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 oleh beberapa lembaga survei telah rampung. Data yang masuk sudah hampir 100 persen. Hasilnya, pasangan nomor urut 02 Prabowo-Gibran hampir pasti menang satu putaran.
Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari mengatakan, berdasarkan hasil quick count atau hitung cepat Pemilu 2024 ini berpotensi melahirkan format pemerintahan yang seimbang, terutama dalam komposisi kekuasaan eksekutif dan legislatif.
Meski sifatnya masih sementara, Qodari memprediksi PDI Perjuangan akan keluar sebagai pemenang di Pemilu 2024 dan menjadi penguasa di parlemen. Sehingga, ke depan akan memberikan komposisi peta politik yang sangat ideal.
"Menurut saya komposisinya sudah sangat-sangat ideal, pertama presiden dari Gerindra kemudian pemenang legislatif itu kemungkinan PDI Perjuangan, walaupun masih menunggu penghitungan kursi karena selisih PDI dan Golkar tidak terlalu jauh,” ujar Qodari, dalam keterangannya, Jumat (16/2/2024).
Qodari menambahkan, meski dalam hitung cepat suara PDIP unggul, tetapi tidak menutup kemungkinan Golkar bisa menyalip dalam perolehan kursi, karena suara Golkar lebih banyak didominasi dari luar Jawa, sedangkan PDIP lebih kuat di Jawa.
“Bukan mustahil Golkar masih bisa nomor satu karena kursi Golkar umumnya berada di luar Jawa dan suara yang dibutuhkan untuk satu kursi lebih sedikit dibandingkan dengan suara di Jawa. Sementara PDIP itu kuatnya di Jawa,” paparnya.
Lanjut Qodari, dengan dinamika hasil Pemilu 2024 ini, ia menyebut kondisi politik Indonesia telah mengalami ‘divided government’ atau legislatif dan eksekutif yang dikuasai oleh partai yang berbeda.
Menurutnya, dengan konstelasi politik seperti ini, maka kontrol politik atas pemerintah akan semakin kuat.
“Jadi dalam 'divided government' kontrol politik berpotensi menjadi lebih kuat karena pemenang eksekutif dan legislatif itu berbeda,” ucapnya.
“Jadi, ini peluangnya bisa presiden dari Gerindra, ketua DPR RI dari PDI Perjuangan, dugaan saya adalah Mbak Puan Maharani lagi atau bisa juga ketua DPR adalah Golkar misalnya Airlangga Hartarto,” tambahnya.
Qodari yang juga Ketua Umum Gerakan Sekali Putaran itu menerangkan, perbedaan pucuk kekuasaan antara eksekutif dan legislatif akan menciptakan pemerintahan demokratis yang ideal. Pasalnya, akan terjadi pemerintahan yang dapat saling kontrol dan terjadi keseimbangan kekuasaan.
“Jadi menurut saya ini komposisi yang ideal karena akan terjadi mekanisme check and balance karena eksekutif dan legislatif dimenangkan atau dikepalai oleh partai yang berbeda,” jelasnya.
“Tentu saja variabel yang berikutnya tergantung apakah PDI Perjuangan atau Golkar nanti akan masuk pemerintahan atau tidak. Kalau Golkar dugaan saya pasti masuk koalisi pemerintahan, jadi Golkar misalnya jadi ketua DPR tetapi juga punya menteri di kabinet,” imbuhnya.
Sedangkan, lanjut Qodari, jika PDIP yang menjadi ketua DPR lagi diperkirakan akan sepenuhnya menjadi oposisi. Hal itu tercermin dari sikap Ketua Umum PDIP Megawati yang kecenderungannya tidak akan berkompromi dengan pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Tetapi di dalam kasus PDI Perjuangan, boleh jadi ini oposisi murni dalam pengertian ketua DPR dari PDIP yaitu Mbak Puan dan PDIP tidak punya kursi di kementerian. Sementara kalau melihat kecenderungan Ibu Megawati yang bisa dan lama di oposisi boleh jadi akan mengulangi peristiwa 2004 sampai dengan 2014 di mana Bu Mega memutuskan PDIP untuk berada di luar pemerintahan,” ujar Qodari.