REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Berdzikir atau mengingat Allah merupakan cara mendekatkan diri kepada pencipta, disamping itu juga merupakan bentuk ibadah seorang hamba kepada Tuhannya. Dzikir juga pekerjaan yang melibatkan hati dan lisan untuk senantiasa bertasbih mengagungkan nama Allah swt.
Karena di zaman modern ini, banyak orang yang lalai akan nikmat-nikmat yang telah mereka per oleh, sehingga dengan berdzikir, kita akan selalu mengingat Allah, bersyukur atas nikmat-nikmat yang diberikannya. Dengan banyak berdizkir, kita juga akan selalu merasa dalam penjagaan-Nya.
Ada banyak ayat Alquran yang menganjurkan umat muslim untuk memperbanyak dzikir, dan ada banyak juga ayat Alquran yang dijadikan sebagai dzikir. Dengan begitu, setiap orang dapat membacanya setiap waktu, di pagi hari, di malam hari, setelah sholat, atau ketika hendak tidur. Salah satunya adalah surat Albaqarah ayat 255 atau disebut juga ayat Kursi.
اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ، لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ، لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ، مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ، يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ، وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ، وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ، وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا، وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
“Allah, tidak ada Tuhan (penguasa Mutlak dan yang berhak disembah) kecuali Dia, Yang Maha Hidup, Maha Kekal, yang terus-menerus mengurus makhluk-Nya, Dia tidak dikalahkan oleh kantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, tiada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya, tanpa izin-Nya, Dia (Allah) mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu dari ilmu-Nya melainkan apa yang dikehendaki-Nya, Kursi (ilmu/kekuasaan)-Nya meliputi langit dan bumi. Dia tidak lelah memelihara keduanya dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Syekh Abdurrahman Al-Sa’di berkata, “Ayat yang mulia ini termasuk ayat yang paling agung dan paling mulia, sebab mengandung perkara-perkara yang besar dan sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala yang mulia, banyak hadits yang menjelaskan tentang anjuran membaca ayat ini dan menjadikan sebagai wirid bagi seseorang agar dia bisa membacanya baik pada waktu pagi atau petang, saat tidur dan setelah mengerjakan shalat-shalat wajib”
Dalam Tafsir Kementerian Agama RI, menyebutkan Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia, dan hanya Dia yang berhak untuk disembah. Adapun tuhan-tuhan yang lain yang disembah oleh sebagian manusia dengan alasan yang tidak benar, memang banyak jumlahnya. Akan tetapi Tuhan yang sebenarnya hanyalah Allah. Hanya Dialah Yang hidup abadi, yang ada dengan sendiri-Nya, dan Dia pulalah yang selalu mengatur makhluk-Nya tanpa ada kelalaian sedikit pun. Kemudian ditegaskan lagi bahwa Allah tidak pernah mengantuk. Orang yang berada dalam keadaan mengantuk tentu hilang kesadarannya, sehingga dia tidak akan dapat melakukan pekerjaannya dengan baik, padahal Allah swt senantiasa mengurus dan memelihara makhluk-Nya dengan baik, tidak pernah kehilangan kesadaran atau pun lalai. Karena Allah tidak pernah mengantuk, sudah tentu Dia tidak pernah tidur, karena mengantuk adalah permulaan dari proses tidur. Orang yang tidur lebih banyak kehilangan kesadaran daripada orang yang mengantuk. Sifat Allah yang lain yang disebutkan dalam ayat ini ialah bahwa Dialah yang mempunyai kekuasaan dan yang memiliki apa yang ada di langit dan di bumi. Dialah yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan yang tak terbatas, sehingga Dia dapat berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Semuanya ada dalam kekuasaanNya, sehingga tidak ada satu pun dari makhluk-Nya termasuk para nabi dan malaikat yang dapat memberikan pertolongan kecuali dengan izin-Nya, apalagi patung-patung yang oleh orang kafir dianggap penolong mereka.
Sifat Allah yang lain yang disebutkan dalam ayat ini, Allah mengetahui apa saja yang di hadapan mereka, apa yang sedang dan akan terjadi, dan apa yang di belakang mereka. Allah mengetahui apa yang mereka lakukan dan rencanakan, baik yang berkaitan dengan masa kini, masa lampau, atau masa depan. Dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki untuk mereka ketahui dengan memperlihatkan dan memberitahukannya. Kursi-Nya, yaitu kekuasaan, ilmu, atau kursi tempat kedua kaki Tuhan (yang tidak diketahui hakikatnya kecuali oleh Allah) berpijak, sangat luas, meliputi langit dan bumi. Dan jangan menduga karena kursi-Nya terlalu luas, Dia letih mengurus itu semua. Tidak! Dia tidak merasa berat maupun kesulitan memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi zat dan sifat-sifat-Nya jika dibanding makhluk-makhlukNya, Mahabesar dengan segala keagungan dan kekuasaan-Nya.
Inilah Ayat Kursi, ayat teragung dalam Alqur'an karena mencakup nama-nama dan sifat-sifat Allah yang menunjukkan kesempurnaan zat, ilmu, kekuasaan, dan keagunganNya. Ayat ini dinamakan Ayat Kursi. Siapa yang membacanya akan memperoleh perlindungan Allah dan tidak akan diganggu setan.
Prof Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah menyebutkan, bahwa ayat Kursi menanamkan ke dalam hati pembacanya kebesaran dan kekuasaan Allah serta pertolongan dan perlindungan-Nya, sehingga sangat wajar dan logis penjelasan yang menyatakan, bahwa siapa yang membaca ayat kursi maka ia memperoleh perlindungan Allah dan tidak akan diganggu oleh setan.
Bahkan dalam suatu hadits melalui Bukhari, Muslim, serta penulis-penulis kitab hadits standar yang lain, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda: “Apabila dikumandangkan ajakan untuk shalat (azan), setan berpaling (berlari kencang) sambil kentut agar ia tidak mendengar azan; dan bila telah selesai, ia datang lagi berbisik ke hati manusia sambil berkata, ‘ingat ini, ingat itu’ (menyangkut hal-hal yang tidak dia ingat sebelumnya), sehingga ia tidak mengetahui sudah berapa rakaat ia shalat.”
Dikemukakan juga bahwa dalam ayat Kursi terdapat tujuh belas kali kata yang menunjuk kepada Allah, satu di antaranya tersirat. Selanjutnya, terdapat lima puluh kata dalam susunan redaksinya. Pengulangan tujuh belas kata yang menunjuk nama Allah itu, bila dicamkan dan dihayati akan memberi kekuatan batin tersendiri bagi pembacanya. Ibrahim Ibn Umar al-Biqa‘i memberi penafsiran “supra rasional” menyangkut ayat Kursi dalam tafsirnya, Nazhm ad-Durdr, “Lima puluh kata adalah lambang dari lima puluh kali shalat yang pernah diwajibkan Allah kepada Nabi Muhammad saw. ketika beliau berada di tempat yang maha tinggi dan saat dimi’rajkan. Uma puluh kali itu diringankan menjadi lima kali dengan tujuh belas rakaat sehari semalam Di sisi lain, perjalanan menuju Allah ditempuh oleh malaikat dalam lima puluh ribu tahun menurut perhitungan manusia (QS. al- Ma'arij ayat 4J.”
Dari sinilah pakar tafsir itu mengaitkan bilangan ayat Kursi dengan perlindungan Allah. “Kalau di hadirat Allah gangguan tidak mungkin akan menyentuh seseorang, dan setan tidak akan mampu mendekat, bahkan akan menjauh, maka menghadirkan Allah dalam benak dan jiwa melalui bacaan ayat kursi yang sifatnya seperti dapat menghindarkan manusia dari gangguan setan, serta memberinya perlindungan dari segala macam yang ditakutinya.”