REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah merilis angka terbaru jumlah petugas badan ad hoc yang meninggal dunia dan sakit selama periode 14-18 Februari 2024. Berdasarkan data per Ahad (18/2/2024) pukul 23.59 WIB, 71 orang petugas badan ad hoc yang dilaporkan meninggal dunia dan 4.567 orang sakit.
Ketua KPU, Hasyim Asy'ari mengatakan, angka petugas meninggal dunia jauh dibandingkan dengan pelaksanaan pemilu 2019. Namun, untuk jumlah petugas yang sakit jauh di atas pemilu yang dilakukan lima tahun lalu.
"Pada pemilu 2019, anggota ad hoc (PPK, PPS, KPPS) yang mengalami kecelakaan kerja atau sakit 798 orang dan meninggal 722 orang," kata dia saat konferensi pers di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Senin (19/2/2024).
Menurut dia, KPY telah melakukan penelitian dan kajian untuk mengetahui penyebab petugas meninggal dunia pada pemilu 2019. Penyebab pertama adalah karena beban kerja berat. Kedua, usia yang meninggal di atas 50 tahun. Ketiga, karena komorbid.
Berdasarkan penelitian beberapa lembaga pada waktu itu, ada tiga peringkat tertinggi penyakit yang menyerang petugas pada pemilu 2019, yaitu serangan jantung, hipertensi, dan diabetes.
Hasyim menjelaskan, berdasarkan sejumlah evaluasi, KPU membuat kebijakan untuk membatasi usia maksimal petugas badan ad hoc yaitu 50 tahun. Selain itu, petugas harus dalam kondisi sehat.
"Itu sudah diterapkan dalam Pilkada 2020 dalam situasi Covid-19. Situasi itu kami terapkan lagi untuk pemilu 2024," ujar dia.
Untuk memastikan kondisi petugas sehat, Kantor Staf Presiden (KSP) bersama Kementerian Dalam Negeri dan BPJS Kesehatan, melakukan skrining kesehatan untuk para petugas. Dalam kegiatan itu, terdapat sekitar 6,3 juta orang petugas badan ad hoc yang ikut serta.
"Ini sebagai langkah awal untuk tahu ada penyakit bawaan atau tidak," kata dia.
Selain itu, Hasyim menambahkan, KPU juga berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar honor badan ad hoc layak. Pasalnya, honor petugas badan ad hoc pada pemilu 2019 hanya sebesar Rp 550 ribu. Sementara pada pemilu 2014, ketika pileg dan pilpres masih dipisah waktunya, honor petugas Rp 550 ribu per pemilu.
"Kalau orang sama berarti Rp 1,1 juta. Pemilu 2019 serentak honornnya Rp 550 ribu. Tentu beban kerja dan honor tidak setara," kata dia.
Alhasil, pada pemilu 2024 disepakati honor ketua KPPS sebesar Rp 1,2 juta. Sementara untuk anggota honornya Rp 1,1 juta.
Hasyim mengatakan, dalam pemilu 2024, Presiden juga menerbitkan Inpres Nomor 2 Tahun 2021, yaitu jaminan sosial untuk tenaga kerja. Di dalamnya salah satu komponen yang termasuk tenaga kerja adalah penyelenggara pemilu.
"Karena itu, kami minta tolong Kemendagri untuk dapat dukungan APBD. Alhamdulillah dapat dukungan dari pemda berupa iuran untuk keanggotaan BPJS Ketenagakerjaan khusus untuk penyelenggara pemilu," kata Hasyim.
Ia menambahkan, dalam koordinasi KSP, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, dan BPJS Kesehatan, para petugas badan ad hoc juga mendapatkan dukungan jaminan sosial kesehatan. Di sisi lain, berdasarkan keputusan Menteri Keuangan, badan ad hoc yang sakit atau meninggal akan diberikan santunan berdasarkan anggaran yang berbasis APBN KPU.
Hasyim menambahkan, untuk mengurangi beban kerja KPPS, KPU juga telah menyiapkan anggaran untuk fotokopi salinan C hasil, yang selama ini harus ditulis tangan untuk menyalinnya.
"Salinan itu sekitar 34 salinan. Sebelumnya itu dengan ditulis tangan, tapi kita siapkan anggaran untuk fotokopi," kata dia.