REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Abu Sufyan Bin Harb Bin Umayyah adalah seorang pemimpin Quraisy yang kaya raya dan amat membenci Nabi Muhammad saw. Kebenciannya yang mendarah daging, membuatnya beberapa kali berusaha untuk menyerang dan membunuh Nabi saw.
Abu Sufyan berperang melawan Nabi pada perang Uhud dan pertempuran Khandaq (parit). Namun Allah maha membolak balikkan hati manusia, Abu Sufyan menyatakan keislamannya sebelum peristiwa Fathu Makkah dan menjadi tokoh sentral dalam peristiwa tersebut.
Bagaimana kisahnya?
Pada tahun 4 hijriyah, kaum musyrikin Makkah hendak membunuh salah seorang sahabat Rasul dalam upaya pembersihan etnis (genosida) melawan kekuatan Islam. Zaid bin ad-Dutsnah keluar dari wilayah al-Haram menuju tempat di mana dia akan dibunuh.
Tokoh-tokoh Quraisy berkumpul termasuk Abu Sufyan. Tatkala Zaid datang untuk dibunuh, Abu Sufyan bertanya kepadanya, "Aku minta kepadamu wahai Zaid, apakah engkau suka sekiranya Muhammad berada di tempatmu ini untuk kami bunuh, dan engkau hidup damai berada di tengah keluargamu?"
Zaid bin ad-Dutsnah menjawab, "Sungguh demi Allah, aku tidak suka jika Muhammad Saw sekarang berada di tempat beliau sendiri yang telah engkau pasang duri yang dapat menyakitinya sementara aku duduk di tengah keluargaku."
Abu Sufyan berkata, "Aku tidak pernah melihat kecintaan seseorang kepada orang lain melebihi kecintaan para sahabat Muhammad kepadanya."
Abu Sufyan seorang yang sangat keras menekan kaum Muslimin Makkah, hingga Rasulullah Saw. pernah mengutus Amr bin Umayyah dan salah seorang dari Anshar. Beliau berkata kepada keduanya, "Datangilah Abu Sufyan dan bunuhlah.” Namun penduduk Makkah mengetahui rencana Amr ini dan dia tidak dapat menuntaskan misi membunuh Abu Sufyan.
Pada tahun 4 H, Rasulullah Saw. berangkat menuju Sawia untuk berperang melawan kaum Quraisy sesuai kesepakatan yang dijanjikan Abu Sufyan saat Perang Uhud. Namun Abu Sufyan ingkar janji.
Pada tahun 5 H, Abu Sufyan memimpin kekuatan musyrikin menuju Khandaq, dan perang ini berakhir dengan kemenangan di pihak kaum Muslimin. Abu Sufyan pulang dengan tangan hampa dan terhina. Lalu saat Perjanjian Hudaibiyah pada tahun 6 H, Abu Sufyan memanfaatkannya sebagai kesempatan. Dia memimpin misi dagang menuju Syam.
Abu Sufyan menceritakan, "Ketika kami berada di Gaza, tentara dari Heraclus menyergap kami dan berkata, 'Kalian berasal dari seorang (nabi) yang berada di Hijaz?'
Aku menjawab, 'Ya. Ia berkata, Ikutlah kami menghadap sang raja!' Kami mengikutinya (menghadap raja)."
Abu Sufyan menjadi juru bicara dalam pembicaraan bersama Heraclius yang bertanya kepadanya, "Apakah ada salah satu keluarganya yang mengatakan seperti perkataannya, dan dia mirip dengannya?”
Abu sufyan menjawab, “Tidak.”
Heraclius bertanya, "Lalu apakah dia dulu mempunyai kekuasaan di tengah kalian, lalu membawa ajarannya ini untuk mengembalikan kekuasaannya?"
Abu sufyan menjawab, “Tidak.”
Heraclius berkata, "Ceritakanlah kepadaku tentang para pengikutnya dari kalian, siapa saja mereka?"
Abu Sufyan menjawab, "Orang-orang lemah, kaum miskin, remaja belia dari anak-anak muda dan wanita."
Heraclius bertanya lagi, "Ceritakan kepadaku tentang orang-orang yang telah mengikutinya, apakah dia mencintainya dan setia kepadanya, atau mengasingkan dan memisahkan diri darinya?"
Abu Sufyan berkata, "Tak seorang pun yang mengikutinya lalu berpisah dengannya."
Heraclius bertanya lagi, "Ceritakan kepadaku, bagaimana peperangan antara kalian dengannya?"
Abu Sufyan menjawab, "Bergantian kemenangan, dia mengalahkan kami dan kami mengalahkannya,”
Heraclius bertanya,”Apakah dia pendendam dan pengkhianat?”
Abu Sufyan menjawab, "Tidak."
Heraclius mengakhiri pembicaraan dengan mengatakan, "Jika memang benar apa yang engkau sampaikan tentang dirinya, sungguh dialah yang akan mengalahkanku dari kekuasaan kedua kaki tempatku berpijak ini.”