REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Di pesantren dengan aktivitas ratusan hingga ribuan santri tentu pengasuh tidak mungkin dapat mengontrol satu persatu perilaku santrinya. Maka pengurus atau ketua kamar menjadi tangan kanan pengasuh dalam memantau aktivitas santri. Biasnya mereka para pengurus adalah santri senior.
Kasus kekerasan di lingkungan pesantren di sebuah pesantren di Malang dan Kediri menjadi sorotan publik baru-baru. Di Malang, santri senior menyetrika santri juniornya. Adapun di Kediri santri asal Banyuwangi meninggal karena diduga dianiaya.
Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) KH Hodri Ariev mengatakan peran pengurus atau ketua kamar sangat penting dalam mencegah kekerasan di pesantren. Sebab mereka merupakan kepanjangan tangan pengasuh dalam mengontrol santri.
"Keputusan memilih personalia pengurus sangat krusial karena mereka harus mampu menjadi "mata dan telinga" Pengasuh," ujar Kiai Hodri kepada Republika.co.id, Selasa (27/2/2024).
Kiai Hodri menegaskan melalui pengurus idenfikasi, deteksi dini dan pembinaan santri dilakukan. Kiai Hodri meyakini jika tanggung jawab pembinaan, pemberian perlindungan, dan pengawasan dilakukan dengan sungguh-sungguh, pencegahan bullying dan persekusi bisa dilakukan sejak dini.
Menurut Kiai Hodri, proses pemilihan pengurus atau ketua kamar berbeda-beda setiap pondok pesantren. Karena itu, RMI tak bisa menjawab sistem baku pemilihan pengurus atau ketua kamar.
"Secara kelembagaan kami tidak masuk jauh sampai ke hal ini. Pengalaman dan praktik tiap pesantren/Pengasuh berbeda-beda," katanya.
Pihak Pondok Pesantren PPTQ Al Hanifiyah, Mojo, Kabupaten Kediri, telah buka suara terkait meninggalnya salah seorang santrinya yang diduga dianiaya. Mereka awalnya mengaku menerima laporan santri tersebut meninggal setelah terpeleset di kamar mandi.