REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Amerika Serikat (AS) memikul tanggung jawab penuh atas tingginya jumlah kematian di Gaza sebagai akibat dari veto yang digunakan dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB. Hal ini disampaikan Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, Selasa (27/2/2024).
"Washington memikul tanggung jawab penuh atas jumlah korban sipil yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat eskalasi ini. Jumlah mereka sekarang mendekati 30 ribu jiwa. Dan itu akibat veto Amerika di Dewan Keamanan PBB mengenai Gaza," kata Nebenzia dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB tentang Ketahanan Pangan.
Nebenzia juga meminta anggota Dewan PBB untuk tidak mengadopsi rancangan resolusi AS yang baru mengenai Gaza karena resolusi tersebut merupakan "izin untuk membunuh" yang diberikan kepada Israel. Sebelumnya, Koordinator Kemanusiaan PBB Martin Griffiths mengatakan bahwa kelaparan yang meluas di Gaza hampir tidak bisa dihindari.
Pada 7 Oktober 2023, gerakan Palestina Hamas melancarkan serangan roket skala besar terhadap Israel dari Gaza dan melanggar perbatasan, menewaskan 1.200 orang dan menculik sekitar 240 lainnya. Israel kemudian melancarkan serangan balasan, memerintahkan blokade total terhadap Gaza, dan memulai serangan darat ke daerah kantong Palestina dengan tujuan untuk melenyapkan pejuang Hamas dan menyelamatkan para sandera.
Sedikitnya 29.700 orang telah terbunuh sejauh ini di Jalur Gaza, kata pemerintah setempat. Pada 24 November 2024, Qatar memediasi kesepakatan antara Israel dan Hamas mengenai gencatan senjata sementara dan pertukaran beberapa tahanan dan sandera, serta pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Gencatan senjata telah diperpanjang beberapa kali dan berakhir pada 1 Desember 2024. Selain itu, lebih dari 100 sandera diyakini masih ditahan oleh Hamas di Gaza.