REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus dugaan penganiayaan yang menewaskan seorang santri di salah satu pondok pesantren di Jawa Timur menjadi alarm bagi pengurus maupun para orang tua. Psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi., menganjurkan orang tua tetap menjaga komunikasi baik dengan anak maupun pembimbing di pesantren. Komunikasi dapat dilakukan pada waktu-waktu yang telah disepakati.
"Pengurus pesantren merupakan perpanjangan tangan ortu yang juga turut menjaga keselamatan anak selama berada di pesantren," kata Vera kepada Republika.co.id, Rabu (28/2/2024).
Dia mengatakan, ada hal-hal yang bisa diperhatikan orang tua jika hendak mengirim anak ke pondok pesantren atau asrama. Pertama, kata Vera, pastikan anak memang siap dan mau.
Pastikan betul seperti apa pendidikan di ponpes atau asrama yang dituju. Berikutnya, perhatikan bagaimana ponpes dan asrama menjaga keselamatan anak, pengawasan di asrama saat jam belajar usai dan sebagainya.
"Apakah ada guru atau pengurus yang bertanggungjawab mengawasi seperti bapak asrama atau koordinator barak? Pastikan seperti apa komunikasi yang bisa dilakukan jika ada hal darurat," ujar Vera.
Untuk mengenali baik tidaknya ponpes dan asrama, bisa dengan melihat dan melakukan observasi secara langsung bagaimana kondisi di sana. Kemudian dapat mencari informasi soal lulusan-lulusan atau alumninya.
Cobalah diskusi dengan pengurus pondok bagaimana cara mereka menjaga situasi ponpes atau asrama agar bebas perundungan (bullying). Ortu bisa membekali anak dengan cara yang tepat, bukan menakut-nakuti, ketika hendak masuk ponpes. Agar mereka sadar terhadap ancaman kekerasan, ajarkan anak cara bagaimana melindungi diri.
"Misal saat merasa terancam, apa yang bisa ia lakukan, melaporkan pada siapa dan bagaimana cara melaporkannya," kata dia.