Jumat 01 Nov 2024 16:50 WIB

Muslim AS Dibayangi Genosida dan Islamofobia Jelang Pilpres

Muslim AS berat memilih Harris tapi juga tak mau Trump penjabat.

Pengunjuk rasa berkumpul menentang penjualan senjata AS ke Israel di Capitol Hill di Washington, DC, AS, 24 Juli 2024. Isu genosida di Gaza mewarnai Pilpres AS 2024.
Foto: EPA-EFE/AARON SCHWARTZ
Pengunjuk rasa berkumpul menentang penjualan senjata AS ke Israel di Capitol Hill di Washington, DC, AS, 24 Juli 2024. Isu genosida di Gaza mewarnai Pilpres AS 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, GEORGIA – Tangan penuh darah administrasi Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan wakilnya Kamala Harris yang maju sebagai calon presiden dalam Pilpres AS tahun ini terkait genosida di Gaza memunculkan dilema bagi Muslim AS. Terlebih di sisi sebelah, ada kandidat Partai Republik Donald Trump yang punya rekam jejak Islamofobia.

Dengan memikirkan kematian dan kehancuran di Gaza, Soraya Burhani menderita memikirkan bagaimana cara memberikan suaranya untuk calon presiden pada hari pencoblosan 5 November nanti. “Bagi kami, umat Islam, saya melihat bahwa tidak ada pilihan yang baik,” kata warga Georgia itu dilansir Associated Press, kemarin.

Pemerintah AS belakangan dilaporkan mengetahui sedikitnya 500 insiden saat amunisi mereka dilakukan membantai warga Gaza namun tak mengambil tindakan. Sementara sikap AS memveto tiga kali resolusi gencatan senjata punya peran menimbun syuhada akibat serangan Israel di Gaza yang saat ini mencapai lebih dari 43 ribu jiwa.

Dengan fakta itu, banyak pemilih Muslim Amerika yang sebagian besar mendukung Presiden Joe Biden empat tahun lalu bergulat dengan keputusan pemungutan suara. Dukungan AS terhadap Israel membuat banyak dari mereka merasa marah dan diabaikan. Beberapa pihak berupaya menolak Partai Demokrat, termasuk dengan memilih opsi pihak ketiga untuk menjadi presiden. 

Ada juga yang bergulat dengan cara mengekspresikan kemarahan mereka melalui kotak suara di tengah peringatan dari beberapa orang terhadap kepresidenan Donald Trump.

Bagi para pemilih di negara bagian yang belum menentukan pilihan (swing states) seperti Georgia, yang dimenangkan Biden pada tahun 2020 dengan selisih kurang dari 12.000 suara, dampak dari keputusan tersebut dapat menjadi lebih besar.

photo
Bagaimana AS TErlibat Genosida di Gaza? - (Republika)

Terkait pemungutan suara, “tanggapannya beragam dan tidak sepenuhnya berpihak pada satu partai politik seperti yang terjadi di masa lalu,” kata Shafina Khabani, direktur eksekutif di Georgia Muslim Voter Project. “Komunitas kami, mereka sedih; mereka kecewa; mereka berduka; mereka marah dan bingung.”

Burhani, seorang warga Amerika keturunan Malaysia, akhirnya memilih Kamala Harris – tapi itu adalah suara untuk menentang Trump, bukan mendukung wakil presiden dari Partai Demokrat, katanya. “Ini sangat sulit. Itu sangat menyakitkan. Itu sangat menyedihkan.”

Burhani telah menjadi juru bicara kampanye yang baru-baru ini diluncurkan, “No Peace No Peach,” yang mendesak untuk menahan pemungutan suara dari Harris kecuali tuntutan, termasuk menghentikan pengiriman senjata ke Israel, dipenuhi. Kelompok ini pada akhirnya mendorong para pemilih untuk “mengingat Palestina di kotak suara, dan memilih dengan hati nurani mereka.”

Beberapa lainnya, katanya, “tidak sanggup” memilih Harris dan malah akan mendukung Jill Stein dari Partai Hijau.

Mereka termasuk Latifa Awad, yang memiliki kerabat di Gaza dan mengatakan dia ingin suaranya agar Stein bisa menyampaikan pesan: suara kita penting. “Orang-orang berkata, 'jika Anda tidak memilih Kamala, maka Anda memilih Trump,' katanya. Namun, tambahnya, “keduanya mendukung Israel.”

Jahanzeb Jabbar mengatakan dia memilih Trump pada tahun 2020 dan mendukungnya tahun ini. “Jika Trump menjabat dan hal ini terus terjadi, saya tidak akan memilih dia,” katanya. “Seandainya Partai Demokrat mengambil sikap yang sangat kuat mengenai gencatan senjata dan menghentikan bantuan militer ke Israel, suara saya sudah siap.”

Dia melihat Trump sebagai “pilihan yang lebih baik” untuk perdamaian, dan mengatakan bahwa calon dari Partai Republik adalah pembuat kesepakatan yang baik. Jabbar menolak peringatan dari beberapa pihak bahwa keadaan akan menjadi lebih buruk di bawah pemerintahan Trump, dan mempertanyakan bagaimana keadaan bisa menjadi lebih buruk setelah serangan militer Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 43.000 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan Gaza.

Perang tersebut dipicu oleh serangan pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel di mana pejuang Palestina menyerang Israel, menyebabkan terbunuhnya sekitar 1.200 tentara dan warga sipil Israel.

Pada 2020, di antara pemilih Muslim secara nasional, sekitar dua pertiganya mendukung Biden dan sekitar sepertiganya mendukung Trump, menurut AP VoteCast. Dukungan Biden telah membuat banyak orang merasa dikhianati atau bahkan bersalah.

“Mereka melihat para pejabat yang pada dasarnya mereka pilih, mendanai perang yang membunuh keluarga dan teman-teman mereka sendiri,” kata Khabani. Pada saat yang sama, anggota masyarakat mengenang kebijakan Trump saat jadi presiden yang melarang masuk pengunjung dari sejumlah negara Muslim. Biden mencabut larangan tersebut.

photo
Calon presiden dari Partai Republik Donald Trump berdiri bersama para pemimpin Muslim lokal selama kampanye di Michigan pada Sabtu, 26 Oktober 2024. - (AP Photo/Alex Brandon)

Beberapa Muslim, kata Khabani, juga prihatin dengan isu-isu seperti angka kematian ibu di komunitas kulit hitam di Georgia, keterjangkauan layanan kesehatan dan keamanan senjata. Banyak, katanya, tidak yakin apakah mereka ingin memilih. Dia dan pihak-pihak lain telah mendesak mereka untuk tidak mengabaikan pemilihan umum.

Secara nasional, beberapa pemimpin agama mendukung berbagai pihak dalam perdebatan ini. Sebuah surat yang ditandatangani oleh sekelompok ulama dan pemimpin lainnya mendesak umat Islam AS untuk menolak apa yang mereka katakan sebagai “biner palsu” dan membuat pernyataan dengan memilih pihak ketiga dalam pemilihan presiden.

“Kami tidak akan mencemarkan nama baik kami dengan memilih atau mendukung pemerintahan yang telah menyebabkan begitu banyak pertumpahan darah terhadap saudara-saudari kami,” katanya, menekankan bahwa hal ini bukanlah dukungan terhadap Trump, yang juga dikritiknya.

Kelompok ulama lain mengatakan bahwa manfaat mendukung Harris “jauh lebih besar daripada kerugian dari pilihan lain.” “Dengan sengaja mengizinkan seseorang seperti Donald Trump untuk kembali menjabat, baik dengan memilihnya secara langsung atau memilih kandidat dari pihak ketiga, merupakan sebuah kegagalan moral dan strategis,” bunyi surat itu.

Di negara bagian Michigan, Trump telah mendapatkan sejumlah dukungan dari umat Islam, termasuk dua walikota, meskipun banyak pemimpin lainnya yang tetap bersikap negatif terhadapnya.

Merebutkan Muslim...

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement