Kamis 29 Feb 2024 20:47 WIB

Beras Sulit Masuk Ritel Modern, Ini Penjelasan Badan Pangan

Menurutnya, persoalan utama beras Indonesia saat ini ialah kurangnya pasokan.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pengunjung memilih beras SPHP di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (9/10/2023).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengunjung memilih beras SPHP di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (9/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional (Bapanas) angkat suara perihal permintaan produsen beras untuk adanya penyesuaian harga eceran tertinggi (HET). Para produsen beras menilai patokan HET saat ini tak lagi sesuai dengan biaya produksi sehingga membuat mereka kesulitan memasok beras premium untuk ritel modern.

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan persoalan utama beras Indonesia saat ini ialah kurangnya pasokan lantaran produktivitas yang menurun. Hal ini disebabkan sejumlah faktor, mulai dari fenomena El Nino hingga peningkatan permintaan.

Baca Juga

"Produksi tantangannya, bukan HET-nya," ujar Arief saat dihubungi Republika di Jakarta, Kamis (29/2/2024).

Kendati begitu, Arief menyampaikan situasi harga beras saat ini berangsur membaik. Arief menyebut harga beras perlahan mulai mengalami penurunan dalam beberapa hari terakhir.

Arief mengatakan penurunan harga beras imbas dari mulai masuknya masa panen di sejumlah daerah. Arief menyampaikan jumlah panen akan terus meningkat memasuki bulan depan. "Sudah mulai panen agak besar pada Maret," kata Arief.

Sebelumnya, Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Hilman Pujana menyampaikan keluhan produsen beras yang menilai HET menjadi penyebab utamanya langka beras premium di ritel modern.

"Tadi ada beberapa (produsen beras), curhat lah kenapa mereka agak kesulitan untuk memasok karena ada hambatan ini terkait dengan harga eceran tertinggi," ujar Hilman.

Hilman mengatakan para produsen beras menyebut HET saat ini tidak sesuai dengan biaya produksi yang mengalami peningkatan. Dengan demikian, harga jual premium lebih tinggi daripada HET yang ditetapkan pemerintah. 

"Jadi mereka tidak bisa suplai ke supermarket karena tidak masuk harga bahan gabahnya untuk mereka produksi sudah di atas Rp 7 ribu (per kg), jadi tentunya dengan produksi segala macam nanti akan sampai di retail tidak bakal masuk dan pasti akan di atas HET," ucap Hilman. 

Kepada KPPU, lanjut Hilman, produsen beras premium berharap adanya intervensi pemerintah melalui penyesuaian HET beras premium di pasar ritel modern.

"Ini khusus yang premium, yang pasar modern, seperti tadi yang disampaikan di dalam FGD seperti itu, mereka harapannya ada penyesuaian di HET," kata Hilman. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement